BANDA ACEH, KOMPAS.com - Cuaca tak menentu di wilayah Aceh akhir-akhir ini menurunkan produktivitas kopi kopi arabika Gayo, komoditas ekspor andalan Provinsi Aceh, hingga 10 persen. Pasalnya, cuaca yang terkadang sangat panas namun diselingi hujan deras tersebut mengundang datangnya penyakit pada buah kopi.
Ketua Masyarakat Perlindungan Kopi Gayo, Mustofa Ali, Minggu (5/2/2012), mengatakan, dampak cuaca buruk ini sudah dirasakan petani sejak masa musim hujan. Pada saat hujan deras, bunga dan bakal buah kopi banyak yang berguguran, namun saat kopi sudah berbuah, pembuahan tak bisa terjadi maksimal karena cuaca terik.
"Buah menjadi tidak matang, tapi juga tidak busuk. Ini karena adanya penyakit. Sejak perubahan iklim, kondisi ini sering terjadi, terutama saat musim hujan yang tak menentu seperti sekarang," kata Mustofa.
Produktivitas petani kopi arabika di Aceh rata-rata 750 kilogram per hektar dalam bentuk gabah (buah kopi yang sudah dikupas kulit buahnya). Rata-rata ke hilangan buah akibat serangan penyakit buah ini berkisar antara 75 kilogram hingga 100 kilogram gabah.
Kopi gayo adalah nama produk kopi arabika yang ditanam di Dataran Tinggi Gayo. Ada tiga kabupaten di dalamnya, Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues. Dengan total luasan tanam (2010) mencapai sekitar 95.500 hektar, yang terdiri atas 48.500 hektar di Aceh Tengah, 39.000 hektar di Bener Meriah, dan 7.000 hektar di Gayo Lues.
Kopi gayo ibarat nyawa bagi Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah.
Berdasarkan data di Dinas Perkebunan dan Kehutanan Aceh Tengah, jumlah petani Kopi di Aceh Tengah 34.476 keluarga. Jika satu keluarga diasumsikan ada 4 orang, maka 137.904 orang yang di kabupate n tersebut yang menggantungkan hidupnya pada kebun kopi. Jumlah itu setara dengan hampir 90 persen total penduduk Aceh Tengah yang mencapai 149.145 jiwa (2010).
Kondisi yang sama juga terjadi di Bener Meriah. Jumlah petani yang ada di sana mencapai sekitar 21.500 keluarga. Jika diasumsikan satu keluarga 4 orang, maka ada sekitar 84.000 jiwa orang atau sekitar 75 persen penduduk di Bener Meriah (111.000 jiwa/2010) yang menggantungkan hidupnya pada kebun kopi.
Meskipun mengalami penurunan produksi hingga 10 persen, kata Mustofa, secara kualitas kopi gayo tak terpengaruh. Permintaan ekspor masih cukup tinggi, terutama dari negara-negara seperti Singapura, Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan.
"Kualitas kopi gayo secara umum masih terjaga. Apalagi sudah ada berbagai perjanjian yang memudahkan penjualan kopi gayo, serta banyaknya kontrak perdagangan dengan pihak luar," kata Mustofa.
Wednesday, February 08, 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment