JAKARTA, JUMAT — Sedikitnya 3.895 petani kopi Gayo di Kabupaten Bener Meriah, Nanggroe Aceh Darussalam, sampai kini belum menerima uang hasil penjualan kopi mereka melalui Koperasi Tunas Indah ke PT Genap Mupakat Gayo Specialty Coffee. Total hasil penjualan yang belum diterima sejak tahun 2005-2008 mencapai Rp 20 miliar.
Bupati Bener Meriah Tagore AB mengungkapkan hal itu di Jakarta, Jumat (6/2). Tagore menyesalkan sikap manajemen PT Genap Mupakat Gayo Specialty yang wanprestasi terhadap ribuan petani dari 40 desa di Bener Meriah.
PT Genap Mupakat Gayo Specialty Coffee (GMGSC) dibentuk Perusahaan Daerah (PD) Genap Mupakat, milik Pemerintah Provinsi NAD, dan Holland Coffee, milik investor Belanda, pada 15 Oktober 1999. Perusahaan baru tersebut dikendalikan oleh Holland Coffee yang menguasai 70 persen saham.
Perusahaan ini kemudian bekerja sama dengan Koperasi Tunas Indah yang beranggotakan 3.895 petani kopi Gayo di Bener Meriah. Koperasi membeli kopi organik petani melalui pengepul (kolektor) lalu menyetornya ke GMGSC untuk mengolah dan mengekspornya ke Eropa dan Amerika Serikat.
"Tindakan perusahaan asing ini sungguh tidak etis. Mereka telah mengeksploitasi petani yang bersusah payah merawat kebun dan memanen, tetapi tak kunjung bisa menikmati hasil jerih payahnya. Padahal perusahaan asing ini menerima pembayaran begitu kopi dimuat ke kapal di (Pelabuhan) Belawan, Medan," kata Tagore.
Berbagai upaya persuasif terus dilakukan. Namun, sampai saat ini belum tampak itikad baik dari manajemen GMGSC. Hasil pertemuan pengurus Koperasi Tunas Indah dengan manajemen PT Genap Mupakat Gayo Specialty di Medan pada 24 Juli 2008 pun sampai kini tak kunjung berjalan.
Manajer Koperasi Tunas Indah Syafrin yang dihubungi di Takengon, Aceh Tengah, mengatakan, manajemen GMGSC menolak membayar kopi yang disetor tahun 2005 dan 2006 dengan dalih sudah tutup buku. Pembayaran tahun 2007 dan 2008 pun kemudian tersendat sehingga seluruh utang GMGSC kepada Tunas Indah mencapai Rp 20 miliar.
Padahal, Pasal 2 Ayat 1 perjanjian yang dibuat dalam pertemuan di Medan tersebut, manajemen GMGSC berjanji membayar Rp 4 miliar paling lambat dalam 14 hari kalender. Selanjutnya pembayaran dicicil Rp 1 miliar per minggu.
"Tetapi sampai sekarang janji itu belum dilaksanakan sepenuhnya. Premium kepada petani dan komisi kolektor pun belum dibayar," jelas Syafrin.
Saat dikonfirmasi, Manajer GMGSC Amin mengakui perihal utang tersebut. Menurut Amin, selama ini mereka mengekspor ke Holland Coffee dan belum pernah menerima pembayaran kontan. "Setelah (masalah ini) mulai ribut, baru dibayar. Untuk (pembayaran) tahun 2005 dan 2006 sudah lunas, baru pada 2007 dan 2008 mulai utang (kepada koperasi)," jelas Amin. [Kompas]
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment