Mewakili International Organization for Migration.(IOM) mengikuti pertemuan Free Trade Regional ASEAN yang digelar oleh Chamber of Commerce (AICC), sejesnis Kamar Dagang dan Industri (KADIN) di Indonesia pada Senin (23/5) lalu di New York Amerika Serikat. Nurdin Ali yang akrab disapa Taufik ini adalah anggota AICC yang sudah hampir 5 tahun sudah menetap di Amerika.
Pria kelahiran Takengon, 28 Desember 1965 ini mengatakan ada beberapa pokok pembahasan selama ia disana mengikuti acara AICC yang diikuti delegasi negara-negara ASEAN tersebut. “Kami membicarakan tentang Carbon aTrade dan issue global warming serta dampaknya terhadap produk pertanian, juga tentang keamanan kawasan,” ujarnya.
Ditanyai tentang apa saja yang dibicarakan pada pertemuan tersebut ia menjelaskan Soal carbon trade dan global warming ia enggan menjawab banyak, “mungkin kita bahas setelah saya sampai ke Takengon saja, karena hal ini cukup rumit dan yang pasti sangat menarik, terkait dengan kawasan Leuser dan kaitannya dengan Aceh Green dan komoditas kopi, dimana kopi adalah “blood of Tanoh Gayo””, katanya.
Dan yang pasti, kata Taufik, akan ada kompensasi dengan persyaratan-persyaratan yang masih dalam pembahasan, yang pada 7 Juni 2011 ini kami di undang kembali oleh UN untuk kelajutan soal ini.
Sementara itu berkaitan dengan Global Warming ia mengatakan pihak internasional berupaya membatasi ekstensifikasi tetapi mendorong intensifikasi, “Intinya, sementara yang dapat kita simpulkan bahwa dunia international sangat membatasi ekstensifikasi tapi mendorong intensifikasi agar global warming minimal bisa diminimalisir”, lanjutnya yang juga sedang menemani sang istri yang diwisuda untuk meraih gelar PhD (Doktor) pada saat bersamaan.
Diungkapkan pertengahan bulan ini pihak IOM akan menyelenggarakan pasar lelang internasional yang akan dilaksanakan di Takengon, Aceh Tengah. Program ini merupakan bagian dari sector kerja IOM meliputi sektor produksi, resi gudang dan tataniaga. “Pasar lelang yang kita laksanakan ini hanya berkaitan dengan kopi, karena program IOM saat ini focus pada kopi saja”, ujarnya.
Menurut Taufik konstribusi yang telah diberikan IOM selama beroperasi di Aceh Tengah akan mencoba meningkatkan produksi kopi dan memperbaiki tataniaga perdagangan kopi. “Aktivitas IOM antara lain memberikan penyuluhan kepada petani, membangun sistem koperasi dan memperbaiki mata rantai perdagangan kopi yang selama ini dinilai masih kurang berpihak kepada petani, dan itulah upaya peningkatan produksi serta tataniaga yang kami berikan disamping mempromosikan kopi Gayo kedunia internasional”, lanjutnya.
Menurutnya IOM sendiri khusus bergerak dibidang kopi sejak 31 Januari 2011, dan telah menandatangani MoU dengan Pemkab Aceh Tengah pada 2 Mei -2011, sedangkan Bener Meriah sejak MoU dengan Pemkab Bener Meriah 1 Februari 2011. “Program ini direncanakan berakhir Maret 2012”, ujarnya.
Mengenai kendala teknis di lapangan Taufik menjelaskan, sering terjadi pada rapat dengan para dinas terkait, “orang yang ikut rapat kadang berganti sehingga informasi yg sampai tidak selesai”, keluhnya. “Secara project gere ara masalah karena program ibueten sesuai prosedure”, katanya dalam bahasa Gayo.
Ia juga menyampaikan pesan kepada masyarakat Gayo agar kedepan lebih memahami kultur masyarakat dengan sebenar-benarnya dan memberikan batasan kepada pihak-pihak yang ingin masuk ke Tanoh Gayo, “kite kuarap torah pehem tentang tanoh tembunite, enti osah jamu mayo ku ton nomente, nijamua ngen ruang tamua we enti sawah mayo kamarnte”, tegasnya. ia mengartikan ungkapan tersebut dengan mengharapkan masyarakat melihat potensi apa yang ada di Tanoh Gayo dan regualasi apa yg harus dibuat hingga pihak-pihak tertentu seenaknya masuk ke daerah ini.
Taufik berharap kepada pemerintah agar lebih dekat dengan masyarakat, karena menurutnya memang keharusan pemerintah mengetahui keinginan langsung masyarakatnya, “Pemerintah memang harus sudah melihat kemasyarakat, memberi perhatian kepada petani, agar pemerintah tau apa keinginan mereka”, harapnya.
Sebagai masukan kepada pemerintah Aceh Tengah dan Bener Meriah, Taufik minta agar tidak hanya mengandalkan APBK dan APBN atau APBA untuk membangun Aceh Tengah dan Bener Meriah, tetapi harus mempunyai sumber lain baik investor atau sebagainya. Masyarakat juga agar lebih kritis terhadap program-program pemerintah sehingga program lebih tepat sasaran dan peran Pers serta LSM bisa menjadi penyeimbang,
“Media dan LSM adalah dua hal yang harusnya dapat mengkritisi kebijakan pemerintah agar ada keseimbangan, jangan menjadi LSM plat merah yang tidak objektif”, ketusnya.
Dia menambahkan, ekonomi Tanoh Gayo mestinya tertumpu kepada “Kupi dan Uyem” ditambah tembakau yang malah sudah menjadi musuh dunia, “itulah 3 harta Urang Gayo yang sudah teruji, yang lain-lain itu ikut-ikutan”, lanjutnya lagi.
“Jika menurut hasil pertanian kita tidak jauh berbeda dengan Vietnam dan negara-negara lain. Semestinya ada peluang untuk meningkatkan peran pemerintah, hal ini sangat dibutuhkan dari sisi pemasaran hingga dapat mencapai negara-negara besar seperti Amerika, Eropa dan Australia serta negara lainnya. Sebenarnya sudah lama kopi kita dipasarkan secara international, hanya selama ini nama Gayo tidak muncul. Mudah-mudahan dengan adanya Indikasi Georafis (IG) atau Geographic Indicator proses ini akan berjalan secara bertahap,” pungkasnaya. (Iwan Bahagia)
sumber: lovegayo.com
Tuesday, August 16, 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment