Para eksportir kopi di Sumut minta kenaikan iuran kopi ekspor dari Rp 30/kg menjadi Rp 50/kg dibatalkan bisa menyebabkan ancaman penurunan ekspor.
Menurut eksportir, iuran kopi tersebut tidak hanya memberatkan pengusaha, tetapi juga petani dan pemerintah. Karena itu, batalkan kenaikan iuran dan bukan ditunda oleh BPP Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) hingga Juli 2008.
Seharusnya di tengah kondisi sulit, eksportir dan petani dilindungi bukan digerogoti dengan berbagai iuran. Apalagi iuran itu tidak jelas peruntukannya," kata salah seorang eksportir yang enggan disebut identitasnya, Kamis (24/4) di Medan.
Menurut eksportir, apabila iuran dimaksud sebagai dalih membayar iuran International Coffee Organization, dinilai sangat tidak beralasan kuat, mengingat semestinya iuran ICO itu merupakan beban negara, sebab yang menjadi anggota ICO adalah Negara Indonesia bukan AEKI.
"Kalau dibilang untuk pembinaan atau keperluan eksportir dan petani. Apa yang sudah diterima pengusaha dan petani dari hasil iuran itu," katanya.
Ketua AEKI Sumut Suyanto Hussein, saat dikonfirmasi mengakui adanya penolakan beberapa eksportir atas kenaikan iuran berdasarkan realisasi ekspor kopi dari Rp 30 menjadi Rp 50/kg, sesuai surat BPP AEKI tanggal 15 April 2008.
"Namun kita tidak bisa memberi keputusan, karena kenaikan keputusan BPP. AEKI Sumut hanya akan meneruskan usulan penolakan dan pendapat lain yang disuarakan dalam rapat di AEKI Rabu (23/4)," terangnya sambil menambahkan, BPP AEKI sudah menyatakan menunda pelaksanaan iuran menjadi per tanggal 1 Juli 2008 dari sebelumnya 1 Mei 2008. (Global)
Monday, April 28, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment