Thursday, November 18, 2010

Kopi Arabika Gayo Peroleh Score Tertinggi dalam Event Lelang Kopi Special Indonesia

Kopi Arabika Gayo asal Atu Lintang memperoleh score tertinggi dalam event Lelang Kopi special Indonesia (Indonesian Specialty Coffee Auction) yang diselenggarakan di Auditorium PT. Putra Bhinekka Perkasa, Denpasar Bali akhir pekan lalu (19-10/10/2010).

Lelang kopi yang diselenggarakan oleh Asosiasi Kopi Spesial Indonesia (AKSI) diikuti peserta dari seluruh daerah di Indonesia yang memproduksi kopi Arabika serta sejumlah pengusaha pembeli kopi dari Amerika Serikat, Taiwan, Australia, Singapura, dan Mesir ikut andil dalam lelang kopi spesial pertama di Indonesia ini.

Direktur Asosiasi Kopi Spesial Indonesia (AKSI), Ina A. Muwarni, menyatakan, dalam ajang lelang kopi ini pihaknya menerima 59 buah sampel kopi yang berasal dari Aceh 7 sample, Sumatera Utara 11 sample, Jambi 1 sample, Bengkulu 5 sample, Jawa 11 sample, Bali 3 sample, Flores 6 sample, Papua 2 sample dan Luwak 13 sample.
Setelah dilakukan cupping atau pengujian citra rasa mengikuti standar SCAA (Specialty Coffee Association of America) dan CQI (Coffee Quality Institute) yang dilakukan 22 orang Q-Graders Indonesia dan internasional, hanya 22 lot kopi yang dinyatakan lolos untuk mengikuti lelang. Setiap lot berukuran 600 kg untuk kopi Arabika dan 10-15 kg untuk kopi Luwak.

Pada saat lelang berlangsung, para pembeli dan peminat kopi juga diberi kesempatan melakukan cupping yang kemudian dilanjutkan agenda lelang dengan menggunakan sistem English Open Cry, lelang dibuka dengan harga yang ditetapkan berdasarkan harga pasar New York yang ditutup pada Jumat (8/10) sebesar 4,1 USD/kg.

Akhir dari lelang ini, 1 lot kopi Arabika Aceh asal Atu Lintang Aceh Tengah yang dikirim oleh Forum Kopi Aceh, UNDP APED menempati urutan pertama dengan perolehan cupping score sebesar 85.34 dan roaster atau perusahaan pengolah kopi asal Amerika Serikat, TONY’S Coffee and Teas, ditetapkan sebagai pembeli untuk Arabika Aceh asal Atu Lintang Aceh Tengah dengan penawaran tertinggi.

Program Associate UNDP APED, T. Budi Hermawan, menyatakan “perolehan cupping score dan penawaran tertinggi untuk kopi Arabika asal dataran tinggi Gayo ini merupakan bukti bahwa kopi Arabika Gayo terbaik di Indonesia dan saat ini sudah dilirik oleh para pembeli kopi Internasional, dan juga hasil ini merupakan pencapaian terbesar bagi provinsi Aceh umumnya dan bagi petani kopi di dataran tinggi Gayo khususnya” ujar Budi.

Ditempat terpisah, sebelum acara lelang kopi ini, bertempat di Grand Hyat Nusa Dua Bali, pada tanggal 3-6 Oktober 2010 juga diadakan kegiatan Kontes Kopi Specialty Indonesia yang diselenggarakan oleh Puslit Kopi Kakao Indonesia dan Assosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI). Kopi Arabika asal dataran tinggi Gayo memenangkan juara I pada kontes kopi ini dengan menyisihkan kopi specialty dari daerah lain di Indonesia, untuk juara II di tempati oleh kopi Arabika asal Flores.

Ketua Forum Kopi Aceh, Mustafa Ali, mengatakan ini adalah kali kedua Forum Kopi Aceh dan UNDP APED mengirim kopi Arabika yang berasal dari dataran tinggi Gayo mengikuti kontes kopi specialty Indonesia. Pertama pada tahun 2008, kopi Gayo memenangkan juara III, dan sekarang pada tahun 2010 kopi Gayo berhasil menduduki juara I. “kemenangan kopi Gayo ini merupakan kemenangan bagi seluruh masyarakat kopi didataran tinggi Gayo, dan diharapkan semua pihak dapat mempertahankan kemenangan ini untuk kontes kopi specialty di tahun berikutnya” ujar Mustafa. (sbarry/aped-project/kopigayo.blogspot)

Thursday, May 27, 2010

Kopi Gayo Resmi Dipatenkan

Kopi Gayo Resmi Dipatenkan
* Hari Ini Diserahkan Menkum HAM

TAKENGON - Setelah melalui perjuangan panjang, akhirnya kopi arabika gayo (arabica gayo coffee) berhasil meraih sertifikat Indikasi Geografis (IG) atau hak paten dari Dirjen Hak dan Kekayaan Intelektual (HaKI) Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM) Republik Indonesia.

Sertifikat IG kopi arabika akan diserahkan oleh Menteri Hukum dan HAM RI, Patrialis Akbar, yang didampingi Dirjen HaKI Kementerian Hukum dan HAM, Drs Andy N Sommeng, kepada Bupati Aceh Tengah, Ir H Nasaruddin MM, pada Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kekayaan Intelektual Se-Dunia ke-10 di Jakarta Convention Center (JCC) Jakarta, Kamis (27/5).

Proses permohonan IG telah dimulai sejak dua tahun lalu oleh masyarakat Gayo yang melibatkan para petani, agen, pedagang, peneliti kopi dan para eksportir kopi di daerah itu. Dengan keluarnya sertifkat IG kopi arabika gayo, maka Hak Paten Kopi Gayo sudah menjadi milik masyarakat Gayo.

“Dengan keluarnya sertifikat IG kopi gayo, maka nama kopi gayo sudah menjadi hak komunitas masyarakat Gayo,” kata Ketua Masyarakat Perlindungan Kopi Gayo (MPKG), Drs H Mustafa Ali, kepada Serambi, Rabu (26/5).

Sejak zaman Belanda, kata Mustafa Ali, kopi arabika gayo belum memiliki perlindungan hukum bagi para petani kopi di dataran tinggi Gayo. Akibatnya, banyak nama kopi gayo (gayo coffee) yang digunakan oleh pedagang bahkan perusahaan negara lain untuk kepentingan komersial.

“Terakhir, nama kopi gayo pernah dipatenkan oleh seorang pengusaha negara Belanda, padahal, Belanda tidak memiliki kebun kopi arabika gayo,” sebutnya. Mustafa Ali menjelaskan, secara hukum, IG merupakan indikasi yang dapat menerangkan dengan jelas bahwa suatu produk berasal dari suatu kawasan atau wilayah tertentu suatu negara, memiliki kualitas baik, reputasi (ketenaran), dan sifat-sifat lainnya yang secara mendasar (essential) terkait erat dengan asal geografisnya.

IG mencerminkan sebuah sistem yang merupakan hubungan antara produk, produsen dan kawasan produksi. Dari segi produksi meliputi komponen iklim, tanah, altitude (ketinggian tanah dari permukaan laut), pengetahuan tradisional baik kelembagaan maupun sejarahnya. Dari aspek produk meliputi mutu, kekhasan, reputasi dan lainnya. Dalam penggunaannya, IG bersifat hak kolektif dan hingga IG bagian dari HaKI yang dikenal pada 150 negara di dunia dan sudah masuk dalam kesepakatan World Trade Organization (WTO).

“Sesuai aturan IG, sertifikat IG kopi arabika gayo dimiliki secara kolektif oleh masyarakat tiga daerah yakni Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah dan Kabupaten Gayo Lues. Dengan keluarnya IG Kopi Arabika Gayo, maka keuntungan kolektif akan dinikmati oleh petani dan masyarakat dataran tinggi Gayo, baik petani, pedagang,” jelas Mustafa Ali.

Hingga kini luas kopi arabika gayo di Kabupaten Aceh Tengah 48.000 hektare yang melibatkan 33.000 kepala keluarga (KK), Bener Meriah 39.000 hektare (29.000 KK) dan 7.800 hektare lahan kopi arabika gayo di Kabupaten Gayo Lues dengan keterlibatan petani sebanyak 4.000 KK. “Sertifikat IG Kopi Arabika Gayo ini dimiliki secara kolektif oleh masyarakat tiga daerah tersebut,” kata Ketua Forum Kopi Aceh itu.

Selama ini, kata Mustafa Ali, harga kopi arabika gayo sering anjlok di pasar kopi dunia. Jatuhnya harga kopi gayo karena dipermainkan oleh para pembeli (buyer) dan pedagang luar negeri. Selama ini, kopi arabika gayo dibeli dengan harga berkisar 3 hingga 3,8 dollar per kilogram, dengan kadar air (KA) 13 persen. “Dengan adanya sertifikat IG itu, harga kopi arabika gayo dapat dipatok pada 4 dollar AS per kilogramnya,” ujarnya.

Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan (Disbunhut) Aceh Tengah, Ir Sahrial mengatakan, dengan keluarnya IG kopi gayo, maka nilai tawar kopi arabika gayo dimata pedagang dan komsumen dunia akan meningkat. Tidak seperti sebelumnya, para buyer kopi luar negeri sering mempermaikan harga Kopi Gayo sekehendak hatinya.

Bupati Aceh Tengah, Ir H Nasaruddin MM mengatakan, Kopi Arabika Gayo memiliki citarasa yang sangat khas dan sudah diakui oleh pakar uji citarasa (cupper) kopi dunia, Christopher Davidson. Citarasa Kopi Arabika Gayo memiliki heavy body and light acidity (sensasi dan rasa keras saat kopi diteguk dan aroma yang menggugah semangat).

Upaya memperoleh IG Kopi Arabika Gayo sangat panjang dan melibatkan banyak komponen, selain MPKG sebagai komponen utama, juga dibantu oleh Pemerintah Aceh, Aceh Pertnership for Economic Development (APED) Program, Forum Kopi Aceh dan pemerintah tiga kabupaten di dataran tinggi Gayo. “Mudah-mudahan dengan perolehan IG Kopi Arabika Gayo akan menambah kesejahteraan masyarakat Gayo,” ujar Nasaruddin. Penyerahan sertifikat IG Kopi Arabika Gayo hari ini selain dihadiri Bupati Aceh Tengah Ir H Nasaruddin, juga akan dihadiri Sekda Aceh Husni Bahri TOB SH MM MHum, Bupati Bener Meriah Ir H Tagore Abubakar, dan Bupati Gayo Lues, Ibnu Hasyim.(min/Serambibews)

Monday, February 01, 2010

Paten Indikasi Geografis Kopi Gayo Segera Terwujud

Bupati Aceh Tengah Ir. H. Nasaruddin, MM mengatakan pengakuan Indikasi Geografis (IG) merupakan hal sangat penting bagi seluruh petani kopi di Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues. ”Oleh karena itu pengajuan IG ini dan kegiatan pelepasan tiga varietas yakni Borbor, Timtim dan P-88 menjadi fokus perhatian tiga Pemerintah Daerah dan siap mendukung sepenuhnya kegiatan tersebut”, ujarnya dalam pembukaan pertemuan Rapat Penyusunan Buku Persyaratan Indikasi Geografis yang diadakan di Hotel Mahara Takengon, Aceh Tengah pada 15 Desember 2009.

Hal yang sama disampaikan Ketua Forum Kopi Aceh Drs. H. Mustafa Ali selaku penyelenggara acara tersebut. Menurutnya, untuk mendapatkan pengakuan dunia atas reputasi kopi Gayo yang sudah sejak lama diusahakan oleh petani/ masyarakat Gayo, maka pengajuan IG tidak boleh tertunda lagi mengingat besarnya manfaat yang akan didapat. “Dengan diperolehnya paten IG kopi arabika Gayo maka Belanda ataupun pihak lain tidak lagi dapat menggunakan nama “Gayo” pada produk mereka di pasaran, sebab kopi spesial ini hanya dihasilkan oleh petani Dataran Tinggi Gayo”, paparnya.

Menanggapi harapan tersebut, peneliti senior dari Puslit Kopi dan Kakao Jember Dr. Surip Mawardi memberikan apresiasi yang sangat besar kepada Masyarakat Perlindungan Kopi Gayo (MPKG). Ia menilai pengajuan IG merupakan aspirasi masyarakat Gayo yang berbeda dengan IG kopi arabika Kintamani yang berasal dari inisiatif pemerintah setempat.

Sementara itu, Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh selaku Ketua Tim Pelepasan Varietas Kopi Gayo, Ir. T. Iskandar, M.Si mengatakan saat ini sudah melakukan persiapan pelepasan varietas seperti uji varietas dan uji cita rasa. Kini dalam tahap pengumpulan data ketahanan hama penyakit kopi dan analisis tanah bekerjasama dengan Puslitkoka yang didukung oleh Aceh Partnerships for Economic Development (APED) dan segenap masyarakat perkopian Aceh. ”Harapan kita pada Oktober 2010 nanti tiga varietas kopi Gayo sudah dapat dilepas oleh Menteri Pertanian”, katanya optimis.

Seluruh perserta rapat yang ikut dihadiri oleh tim dari Puslitkoka Jember dan Dirjen HKI dari Jakarta memberikan masukan pada penyempurnaan penyusunan buku pendaftaran IG. Dr. Surip Mawardi menyarankan agar memasukkan beberapa teknologi spesifik petani dalam draft adat istiadat sebagai local knowledge yang merupakan salah satu faktor bagi penciptaan cita rasa kopi arabika Gayo yang unik dan khas. Sedangkan Saky Septiono, SH. MH dari Dirjen HKI memberikan beberapa substansi penting bagi penyusunan buku tersebut. ”Usulan draft IG ini akan saya serahkan kepada Dirjen HKI pada Senin 21 Desember 2009,” ujarnya. (source: nad.litbang.deptan.go.id)