Monday, December 29, 2008

Penjualan Gelondong Rusak Mutu Biji Kopi

REDELONG – Sejumlah pengusaha yang memasok kopi gelondong (biji kopi merah yang baru dipetik) ke luar daerah dapat menurunkan mutu kopi dan merusak aroma khas kopi Gayo.

Pengiriman kopi gelondong ke luar daerah ditengarai mulai dilakukan oleh sejumlah pengusaha yang bergerak dalam bidang perdagangan kopi di Bener Meriah. Hal itu dibuktikan dari pengamatan sehari-hari dimana puluhan ton kopi gelondongan yang siap dipasok keluar daerah.

Data yang dikumpulkan Serambi beberapa waktu lalu, petugas Pos Retribusi KM-35, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Kabupaten Bener Meriah menahan sekitar 10 ton kopi gelondongan yang akan dikirim ke luar daerah. Padahal, Pemkab Bener Meriah telah melarang penjualan kopi gelondong ke luar daerah, tetapi sejumlah pedagang kopi daerah itu masih membandel untuk memasok kopi ke luar daerah dalam bentuk gelondongan.

Bupati Bener Meriah, Ir H Tagore Abubakar, Rabu (5/11) mengatakan, penjualan kopi gelondong ke luar daerah, disamping merusak kualitas dan aroma khas kopi Gayo, banyak warga daerah itu kehilangan pekerjaan. Karena prosessing kopi dari kopi gelondong hingga menjadi biji kopi hijau (green coffee) menyerap banyak tenaga kerja. “Sebenarnya aturan dengan tidak mengirimkan kopi gelondongan sudah sejak lama ada, tetapi tidak dipatuhi oleh sejumlah pegusaha kopi di daerah ini, dan untuk ke depannya hal itu tidak boleh lagi karena merugikan daerah dari segi nama dan mutu kopi asal Kabupaten Bener Meriah,” ungkap Bupati Bener Meriah.

Dikatakannya, banyak faktor pertimbangan untuk melarnag penjualan kopi gelondong ke luar daerah, selain merusak kualitas dan aroma, biji kopi asal dataran tinggi Gayo, biji kopi hijau (green coffee) Gayo sudah dikenal hingga luar negeri karena kualitas dan aromanya jika dibandingkan dengan daerah lain. Untuk itu, harap Ir H Tagore Abubakar, pengiriman biji kopi keluar daerah tidak dibenarkan memasok yang masih dalam kondisi gelondong, tetapi biji kopi yang benar-benar telah diolah menjadi biji kopi kering. “Tidak dibenarkannya pasokan biji kopi dalam kondisi masih gelondongan, karena banyak merugikan daerah, terutama Bener Meriah, penghasil kopi terbesar,” imbuh Bupati Tagore AB.(Serambi Indonesia/c35)

Wednesday, December 24, 2008

Pensortiran dan Pengklasifikasian Mutu Biji Kopi

Beberapa tahapan yang dilakukan dalam kegiatan pensortiran kopi asalan antara lain yaitu :

- Sortasi penggolongan asal, jenis kopi, dan cara pengolahannya.
- Sortasi untuk membersihkan kotoran
- Sortasi untuk menentukan kelas/standar mutu biji kopi

Beberapa klasifikasi dan standar mutu biji kopi yaitu :

- Berdasarkan jenis kopinya yaitu Robusta, Arabika dan jenis lainnya
- Berdasarkan proses pengolahannya yaitu pengolah kering dan pengolahan basah
- Berdasarkan nilai cacatnya ada 6 tingkatan yaitu 1, 2, 3, 4, 5 dan 6

PENJELASAN :

A. Pensortiran
Sortasi penggolongan asal, jenis kopi, dan cara pengolahannya. Kopi dibedakan berdasarkan: pengolahan basah atau kering; gelondongan merah dan bernas, gelondongan hijau, kopi rambang, atau kopi yang terserang bubuk ; dan dari jenis Robusta (berwarna hijau muda-hijau kekuningan), Arabika (berwarna kebiru-biruan, atau Liberika/Hibrida (berwarna kuning kecoklatan).

Sortasi untuk membersihkan kotoran berertujuan untuk membersihkan kopi dari kopi gelondongan, kopi berkulit tanduk, dan kotoran, seperti pecahan ranting, kulit biji, tanah, kerikil, serangga, biji berjamur dan berbau busuk. Petani biasanya hanya melakukan sortasi sampai tahap ini.

Sortasi untuk menentukan kelas mutu bertujuan untuk mengklasifikasikan kopi menurut standar mutu yang telah ditetapkan. Kopi dipisah-pisahkan menurut jumlah
nilai atau kadar cacatnya.

B. Klasifikasi mutu biji kopi

Klasifikasi mutu berdasarkan sistem nilai cacat yaitu :

 Mutu 1 : Jumlah nilai cacat maksimum 11
 Mutu 2 : Jumlah nilai cacat 12 -25
 Mutu 3 : Jumlah nilai cacat 26 - 44
 Mutu 4 : Jumlah nilai cacat 45 - 80
 Mutu 5 : Jumlah nilai cacat 81 - 150
 Mutu 6 : Jumlah nilai cacat 151 - 225

Penentuan besarnya nilai cacat yaitu :

 Jenis cacat 1 (satu) biji hitam nilai = 12
 Jenis cacat 2 (dua) biji hitam sebagian nilai = 11
 Jenis cacat 1 (satu) biji hitam pecah nilai = 11
 Jenis cacat 1 (satu) kopi gelondongan nilai = 14
 Jenis cacat 4 (empat) biji coklat nilai = 11
 Jenis cacat 1 (satu) husk ukuran besar nilai = 12
 Jenis cacat 2 (dua) husk ukuran sedang nilai = 15
 Jenis cacat 5 (lima) husk ukuran kecil nilai = 110
 Jenis cacat 10 (sepuluh) biji berkulit ari (robusta proses basah) nilai = 12
 Jenis cacat 2 (dua) biji berkulit tanduk nilai = 12
 Jenis cacat 2 (dua) kulit tanduk berukuran besar nilai = 15
 Jenis cacat 5 (lima) kulit tanduk berukuran sedang nilai = 110
 Jenis cacat 10 (sepuluh) kulit tanduk berukuran kecil nilai = 15
 Jenis cacat 5 (lima) biji pecah nilai = 15
 Jenis cacat 5 (lima) biji muda nilai = 110
 Jenis cacat 10 (sepuluh) biji berlubang satu nilai = 15
 Jenis cacat 5 (lima) biji berlubang lebih dari satu nilai = 110
 Jenis cacat 10 (sepuluh) biji bertutul-tutul (untuk proses basah) nilai= 11
 Jenis cacat 1 (satu) ranting, tanah atau batu berukuran besar nilai = 51
 Jenis cacat 1 (satu) ranting, tanah atau batu berukuran sedang nilai = 21
 Jenis cacat 1 (satu) ranting, tanah atau batu berukuran kecil nilai = 1
(BPTP-UN FAO/uwein-kopigayo)

Varietas Kopi Arabika di Tanah Gayo

Kopi Arabika saat ini merupakan salah satu komoditi unggulan daerah di Tanah Gayo yang telah memberikan kontribusi nyata terhadap peningkatan pendapatan petani dan penerimaan pendapatan asli daerah (PAD). Di Dataran Tinggi Gayo, hingga saat ini dikenal secara luas 6 (enam) varietas atau kultivar kopi arabika, yaitu :

1. Bergendal
Varietas Bergendal termasuk varietas atau kultivar kopi Arabika lokal. Dapat tumbuh di ketinggian 1.200 – 1.500 m dpl, sangat rentan terhadap penyakit Karat Daun (Hemileia vastarix, B. et, Br), namun mempunyai mutu yang sangat baik.

2. Rambung
Kopi Rambung dicirikan oleh buahnya yang besar dan panjang, buah dan bijinya paling besar di antara kultivar kopi arabika yang ada di Dataran Tinggi Gayo, namun jenis ini sudah mulai jarang dijumpai, karena varietas ini memerlukan tempat yang lebih lebar karna pertumbuhannya yang begitu pesat.

3. Sidikalang
Varietas ini sangat rentan terhadap penyakit karat daun (Hemileia vastarix, B. et,Br), dapat tumbuh di ketinggian 1.200 – 1.500 m dpl. Varietas ini mempunyai mutu yang sangat baik sehingga sangat disukai oleh konsumen di luar negeri.

4. Kopi Jember (Lini. S)
Di Dataran Tinggi Gayo varietas ini banyak di tanam pada ketinggian sedang (800 – 1000 m dpl), tahan terhadap penyakit Karat Daun (Hemileia vastarix, B. et, Br), rentan terhadap serangan hama bubuk buah kopi (Stephanoderes hampei. Ferr) dan hama penggerek batang (Zeuzera Coffeae), selain itu varietas ini juga mempunyai mutu yang kurang baik sehingga sudah mulai ditinggalkan oleh petani

5. Kopi Tim Tim Arabusta
Varietas ini berasal dari Timor Timur yang merupakan hasil persilangan alami antara kopi arabika dengan kopi robusta, mempunyai mutu fisik biji yang sangat bagus namun tidak disukai oleh konsumen di luar negeri, karena citarasanya masih diturunkan oleh kopi robusta.

6. Ateng Jaluk ( Catimor Jaluk)
Varietas Catimor Jaluk oleh masyarakat tani lebih sering menyebut dengan nama kopi Ateng. (uwein/kopigayo)

Friday, November 21, 2008

Kopi Aceh Tengah Diusulkan Dapat Sertifikasi Nasional

BANDA ACEH -- Komoditi kopi varietas unggul asal Kabupaten Aceh Tengah diusulkan mendapat sertifikasi nasional karena produk pertanian itu memiliki citra rasa cukup tinggi dan prospek pasar yang mengembirakan."Aceh Partnerships For Economic Develoment (APED) dan forum kopi Aceh segera mengusulkan tiga jenis kopi unggul yakni varietas Bor-Bor, Tim-Tim dan P 88 agar mendapat sertivikasi nasional untuk dapat dikembangkan di Aceh Tengah," Kabag Humas Pemkab Aceh Tengah, Windi Darsa di Takengon, Minggu.

Ketiga varietas tersebut sebelumnya telah mendapat penelitian dari pusat penelitian kopi dan kakao Indonesia, tambahnya.Ia menjelaskan, tekad untuk mengusulkan tiga varietas unggul yang akan dikembangkan secara luas di Aceh Tengah itu terungkap dalam Workshop pemaparan hasil uji varietas kopi "Gayo" dan pembahasan indikasi geografis kopi.

Tiga varietas kopi "Gayo yang memiliki spesifikasi cita rasa tersebut disampaikan oleh DR. Surip Mawardi dari pusat penelitian kopi dan kakao, Jakarta.Dihadapan para eksportir kopi Aceh Tengah dan Bener Meriah, Surip menyatakan pihaknya telah melakukan penelitian selama sekitar tiga tahun di Aceh Tengah untuk mendapatkan varietas yang cukup unggul dikembangkan. Pengembangan kopi di daerah berhawa sejuk di NAD itu dinilai cukup memiliki keunikan.

Dari data menyebutkan luas tanaman kopi Aceh Tengah seluas 70 ribu hektar. Dari total luas itu seluas 40 ribu hektar merupakan perkebunan kopi produktif.Surip Mawardi menjelaskan, tahun 2008 merupakan trend bagi pasaran kopi yang tergolong special. Artinya dari 20 varietas kopi yang dikembangkan itu maka tiga jenis kopi yang memiliki cita rasa khas.

Dalam proses pengolahan kopi spesial yang harga pasarannya masih mengacu pada terminal di New York tersebut masih dilakukan secara proses pengolahan basah gerbus basah dan gerbus kering."Proses seperti itu dicari oleh para konumen kopi dunia. Saya berharap agar ketiga varietas kopi itu dapat dikembangkan di dua kabupaten (Aceh Tengah dan Bener Meriah)," kata dia. (ant/kp/republika)

Thursday, November 20, 2008

Team Peneliti Temukan Varietas Kopi Gayo yang Bercitarasa Tinggi

Team Peneliti Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Jember dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam dalam kurun waktu setahun terakhir telah melakukan penelitian untuk mendapatkan varietas kopi arabika di dataran tinggi gayo yang bercitarasa tinggi yang disenangi oleh konsumen luar negeri sebagai pangsa eksport terbesar kopi gayo. Tiga varietas kopi arabika yang mempunyai citra rasa tinggi tersebut yaitu varietas PB 88, Borbor, dan Timtim. Menurut Teuku Iskandar, Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam , penelitan tersebut terlaksana berkat adanya kerjasama dengan Aceh Partnerships for Economic Development (APED, UNDP), dan Forum Kopi Aceh.

Hasil penelitian tersebut terungkap pada Workshop Pemaparan Hasil Uji Varietas Kopi Gayo, Sabtu (10 Oktober 2008) di Kebun Percobaan Gayo (KPG-BPTP NAD) , Pondok Gajah, Kabupaten Benar Meriah, yang dipaparkan oleh ketua team Peneliti Dr Surip Mawardi dari Puslit Kopi-Kakao, Jember, Jawa Timur. Menurut Surip, penelitian ini dimulai sejak tahun 2007 dengan metode obervasi dan pengambilan sample sembilan varietas kopi arabika yang ditanam oleh petani di dataran tinggi gayo, yakni Bergendal (varietas local, typical), S 288 (hasil seleksi di India), Borbor (hasil seleksi petani), S 795 (seleksi India, diperbaiki oleh PPKKI), Timtim (hasil seleksi KP-Gayo), C 50 (catimor type, introduksi dari Australia), Catimor Jaluk (hasil seleksi petani), P 88 (catimor type, introduksi dari Thailand) dan BP 542 A (hasil seleksi PPKKI).

Lebih lanjut Surip mengatakan “ test citarasa baik dalam negeri maupun luar negeri (Jepang, USA dan Australia) telah menemukan tiga varietas kopi arabika gayo mempunyai citarasa tinggi yakni Timtim (pada ketingian 1.250 meter dari permuaan laut/dpl), P 88 (1.400 meter dpl), dan Borbor (1.520 meter dpl)”. Keunggulan tiga varietas kopi tersebut dilihat dari beberapa indicator yaitu fragrance (bau bubuk kopi), aroma ( bau kopi setelah diseduh dengan air panas), body (kekentalan), flavor (rasa) dan rasa di mulut dan kerongkongan setelah minum kopi (after taste).

Lebih jauh Surip mengatakan “ tiga varietas kopi tersebut akan mampu merebut pangsa pasar terbesar penikmat kopi di manca negara”. Hal tersebut terindikasi, dimana akhir-akhir ini pasar kopi spesialti tumbuh pesat, khususnya di negara-negara konsumen utama, sebagai contoh katanya “ NCA (2008) melaporkan bahwa, konsumsi kopi gourmet (specialty) orang dewasa di Amerika Serikat (USA) meningkat dari 14 % menjadi 17 % pada tahun 2007 dan 2008.

Luas areal kopi arabika di dataran tinggi gayo yang mencakup Kabupaten Aceh Tengah dan Benar Meriah mencapai 70.000 hektar, dari total luas tersebut 40.000 hektar merupakan perkebunan kopi produktif. Bupati Aceh Tengah, Ir H. Nasaruddin Ibrahim MM yang ikut hadir pada Workshop Pemaparan Hasil Uji Varietas Kopi Gayo tersebut mengatakan “ Saya yakin prospek pasar untuk tiga varietas kopi tersebut cukup bagus, sehingga perlu diusulkan pelepasan kepada Menteri Pertanian Republik Indonesia”. Dalam hal ini, Bupati Aceh Tengah minta Kepala BPTP NAD untuk dapat mengusulkan kepada team komisi pelepasan varietas nasional untuk proses pelepasan varietas dimaksud. Bupati Aceh Tengah juga berharap disamping citarasa, kopi arabika yang diusulkan untuk pelepasan tersebut juga memiliki produksi yang tinggi dan tahan terhadap penyakit. Kepada pihak yang terkait juga diminta untuk mengiformasikan kepada petani kopi di dataran tinggi gayo tentang tiga varietas yang diusulkan tersebut.

Workshop yang di laksanakan di ruang pertemuan KP-Gayo tersebut juga dihadiri oleh Ketua Furum Kopi Aceh, Drs Mustafa Ali, ahli kopi dari Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Dr Abu Bakar Karim, Dr Tony Marsh, Coffe Consultant, Highfields, Australia dan sejumlah pakar kopi di Provinsi NAD. (BPTP NAD)

Wednesday, September 10, 2008

Syarat Mutu Kopi Bubuk

Syarat Mutu Kopi Bubuk (SNI-01-3542-1994)

Sifat Organoleptis Kopi

Sifat-sifat organoleptik adalah sifat-sifat yang dapat diukur dengan indera, misalnya rasa, aroma, warna dan sebagainya.

Sifat-sifat organoleptik ini dipengaruhi sifat fisik, kimiawi, factor-faktor agronomis dan teknologis. Beberapa batasan rasa dan aroma pada kopi yaitu:

After Taste: Rasa yang tertinggal di mulut lebih lama dari biasanya setelah minum kopi

Astringent: Flavor yang menyebabkan wajah mengkerut karena pahit

Bitter: Rasa pahit yang tidak enak seperi kina

Grassy: Bau seperti rumput

Green: Rasa yang kurang enak yang disebabkan oleh penyangraian yang kurang sempurna

Woody : Rasa seperti kayu

Fruity : Cita rasa seperti buah

Fermented: Cita rasa busuk

Musty: Cita rasa seperti lumut

Earty : Cita rasa seperti tanah

Bagsy : Cita rasa seperti goni

Mouldy: Cita rasa seperti jamur (apek)

Wednesday, August 27, 2008

Petani Kopi Gayo Butuh Jaminan Pasar

MedanBisnis – Banda Aceh
Para petani kopi Gayo Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) membutuhkan jaminan pasar. Sehingga harga jual hasil kebun komoditi primadona mereka tidak dimonopoli pedagang besar Sumatera Utara (Sumut).

“Mustahil petani kopi bisa makmur jika masalah harga masih ditentukan pedagang besar. Harga kopi akan anjlok jika memasuki musim panen serentak di daerah kami,” kata Ruhdi Muharram, petani kopi di Bener Meriah, Selasa (26/8). Harga kopi jenis arabika gelondongan pada saat musim panen serentak bisa anjlok mencapai Rp 2.000/bambu. Sementara saat ini, berkisar antara Rp 4.000-Rp 4.500/bambu untuk biji kopi gelondongan.

“Musim panen serentak diperkirakan Oktober-Nopember 2008. Pengalaman sebelumnya, harga biji kopi anjlok saat musim panen serentak. Jika harga jual Rp 2.000/bambu seperti sebelumnya, maka jangankan untuk ongkos kerja saja tidak cukup,” tambahnya. Harga jual kopi petani berupa gabah, kata dia, saat ini mencapai Rp 12.000/kilogram dan biji (kering giling) mencapai Rp 25.000/kilogram kualitas terbaik di Bener Meriah.

Ruhdi menjelaskan, anjloknya harga jual kopi petani saat musim panen serentak itu dikarenakan tidak adanya jaminan pasar. Produksi kopi masyarakat petani Aceh Tengah dan Bener Meriah itu sampai saat ini masih ditentukan para pedagang besar di Medan, tambahnya.

Aman Ikoni, petani kopi Aceh Tengah lainnya menyatakan bahwa seharusnya pemerintah bisa menetapkan harga jual kopi petani sehingga tidak dipermainkan para pedagang besar di Sumut.

Selain itu, ia menyatakan sepanjang harga jual kopi petani tidak memiliki kepastian maka kehidupan ekonomi masyarakat akan terus terpuruk. Apalagi, saat ini harga berbagai jenis kebutuhan masyarakat terus melonjak tajam.

Luas areal kebun kopi usaha masyarakat di Bener Meriah saat ini diprakirakan mencapai sekitar 60 ribu hektar lebih dan Aceh Tengah seluas 40 ribu hektare lebih yang dinominasi kopi jenis arabika. (ant)

Coffee Tester's Flavor Wheel

Antara Gayo Dan Bordeaux

Beberapa bulan belakangan ini aku menghabiskan hampir seluruh
waktuku dengan teman lama dari Perancis yang berkunjung ke
Indonesia, selama itu usahaku sepenuhnya diurusi oleh istriku
kalaupun ada sesuatu hal yang perlu didiskusikan hal itu hanya kami
lakukan via telepon.

Pada awalnya aku berencana menemani kedua temanku ini hanya beberapa
hari saja selama mereka berbulan madu. Tapi setelah kami
menghabiskan beberapa hari bersama dan mengunjungi banyak tempat
tujuan wisata, kami melihat ada satu peluang usaha yang sangat besar
yang sayang sekali untuk dilewatkan sehingga ujung-ujungnya bulan
madu teman saya ini malah berakhir pada rencana kerjasama bisnis,
yang bidang usahanya tidak jauh-jauh dari urusan pariwisata.

Dalam perjalanan kami, kami bertemu banyak sekali dengan turis asal
Perancis, mereka datang ke Bali dengan fasilitas yang disediakan
oleh berbagai agent perjalanan dan kami menemukan ternyata di Bali
banyak sekali agent perjalanan yang hanya mengkhususkan pelayanan
mereka pada turis asal Perancis, bukannya bersaing mendapatkan
pelanggan malah, seluruh agent perjalanan yang kami temui itu
kewalahan melayani permintaan pelanggan mereka, bisa dikatakan
seluruh agent perjalanan di Indonesia yang melayani pelanggan asal
Perancis saat ini kesulitan memenuhi permintaan pelanggan mereka dan
mempunyai satu masalah yang sama KEKUKURANGAN GUIDE BERBAHASA
PERANCIS.

Kenapa hal ini bisa terjadi?. berdasarkan cerita teman saya ini,
ternyata saat sekarang ini memang adalah saat boom wisatawan asal
Perancis secara khusus dan eropa secara umum. Penyebabnya adalah
generasi 'baby boomers' yaitu generasi yang terlahir setelah perang
dunia kedua yang mengakibatkan ledakan penduduk beberapa tahun
sesudahnya sekarang sudah memasuki masa pensiun. Bagi orang
Perancis 'En Vacance' alias berlibur adalah budaya, bahkan di
Perancis Bank menyediakan kredit untuk berlibur. Bagi orang Perancis
yang tinggal di negara yang menganut sistem sosialis yang dilengkapi
dengan berbagai jaring pengaman sosial atau yang mereka
sebut 'securite social', masa pensiun adalah masa bersenang-senang.
Tidak perlu bekerja tapi kaya raya, mereka hidup dari asuransi yang
mereka bayarkan selama mereka bekerja dulu, peluang inilah yang kami
tangkap.

Urusan perbisnisan ini sementara saya cukupkan sampai di sini,
karena saya melihat ada hal menarik dari apa yang terjadi di
Perancis ini dengan situasi kekinian kita di Gayo secara khusus dan
Aceh secara umum.

Saat temanku ini bercerita tentang peluang bisnis pariwisata dari
generasi 'baby boomers' ini, aku bertanya kalau di negara mereka
begitu banyak orang yang tidak bekerja dan kerjanya hanya bersenang-
senang saja, lalu bagaimana caranya negara mereka membiayai diri.
Benar mereka membayar asuransi selama bekerja, tapi uang Asuransi
itu untuk bisa berkembang kan juga harus diputar bukannya beranak
sendiri. Nah disinilah saya melihat masalah dengan sistem sosialis
perancis yang sangat memanjakan warganya ini.

Menurut temanku ini, untuk membiayai gaya hidup para pensiuan ini,
merekalah para generasi muda Perancis yang harus bekerja keras dan
dibebani dengan pajak tinggi, masalahnya lagi jumlah generasi muda
Perancis tidak cukup banyak untuk menanggung beban gaya hidup para
orang tua ini, ditambah lagi banyak anak muda perancis sekarang yang
tidak suka bekerja, karena negara mereka juga menanggung biaya hidup
para penganggur. kalau dihitung-hitung kata teman saya ini gaji
bulanan orang yang bekerja pagi sampai sore ujung-ujungnya malah
lebih rendah dibandingkan pendapatan penganggur yang sama sekali
tidak bekerja, yang mendapatkan berbagai kemudhan mulai potongan
harga tiket bis, potongan biaya listrik, gas dan lain-lain yang
biaya hidup mereka justru ditanggung oleh orang-orang yang bekerja
pagi sampai sore ini. Pendapatan dikurangi pengeluaran para
penganggur itu justru lebih tinggi dibandingkan pendapatan bersih
dikurangi pengeluaran orang-orang yang bekerja.

Efek lain dari sistem sosialis Perancis yang terlalu memanjakan
warganya ini adalah banjir Imigran. Di Perancis banyak masalah
sosial yang ditimbulkan oleh Imigran asal Arab dan afrika yang
datang ke Perancis dan melahirkan anak di sana, lalu satu keluarga
hidup dari uang insentif yang didapatkan anak yang lahir di Perancis
dan otomatis menjadi warga Perancis itu. Masalah lain yang
diimbulkan oleh imigran Arab yang mengambil manfaat dari 'baik'nya
sistem sosialis ini adalah sikap eksklusifitas mereka yang tidak mau
berbaur dengan masyarakat setempat, yang bukannya datang lalu
menghormati budaya setempat tapi malah memaksa penduduk setempat
untuk menghormati cara hidup mereka. Lalu merekapun banyak terlibat
dalam berbagai aksi kriminal di negara itu. Sehingga secara umum
orang Perancis asli sentimen dan tidak begitu suka terhadap orang
Arab di negara mereka.

Situasi ini kurang lebih sama dengan sentimen orang Bali terhadap
orang Jawa yang datang ke Bali mencari nafkah tapi tidak menghormati
budaya setempat tapi malah memaksa penduduk setempat untuk
menghormati cara hidup mereka. Di Bali seluruh orag Bali hidup
berdasarkan 'tri hita karana' yaitu menghargai Tuhan (parahiyangan),
menghargai Manusia (pewawongan) dan menghargai alam (pelemahan).
Akibat dari cara hidup seperti ini orang Bali tidak akan sembarangan
membangun warung pojok di tepi jalan, karena bagi orang Bali
perbuatan seperti itu tidak menghargai pemilik tanah itu dan alam
tempat itu. Tapi orang Jawa yang datang dengan seenaknya membangun
tenda dan berjualan pecel lele di sana, akibatnya Bali tampak kumuh.
Melihat tanah kosong di pinggir kali orang Jawa langsung membuat
pemukiman, mendirikan Mesjid dan mengumandangkan azan di pagi Buta
yang mengganggu ketenteraman orang Bali non Muslim yang merupakan
penduduk setempat yang sejak nenek moyangnya tidak terbiasa dengan
itu. Banyaknya pendatang asal jawa yang belum berkeluarga di Bali
juga menimbulkan masalah lain yaitu maraknya prostitusi yang para
pekerjanya berasal dari jawa juga, bahkan hampir seluruh penghuni LP
Kerobokan isinya orang jawa.

Kembali ke masalah Perancis. Sistem sosialis Perancis juga mengatur
dengan ketat sistem perburuhan, hak-hak buruh sangat dihargai di
sana, di perancis mendirikan perusahaan tidak bisa seenaknya. sebuah
perusahaan di sana harus mampu menggaji karyawannya dengan baik
memberikan hari libur, membayar asuransi bagi karyawannya dan
memberi pesangon jika karyawannya berhenti bekerja, (jadi perusahaan
seperti milik saya yang mempekerjakan karyawan dengan
sistem 'kontrak putus' berdasarkan hasil kerja tidak mungkin eksis
di sana), akibat dari sitem yang sangat bagus seperti ini
apa?...EKONOMI BIAYA TINGGI.

Akibat EKONOMI BIAYA TINGGI, harga produk Perancis tidak bisa
bersaing dengan harga dari negara yang bisa menghasilkan produk yang
sama dengan biaya murah, sehingga banyak pabrik-pabrik di Perancis
yang mengalihkan lokasi produksinya ke negara yang ongkos buruhnya
lebih murah, misalnya pabrik Mobil Renault yang telah memindahkan
tempat produksinya ke Polandia. Juga ada kejadian tragis akibat dari
sistem perburuhan yang sangat bagus ini. BATA merek alas kaki asal
Perancis yang sangat terkenal ini dulunya adalah Ikon, mereka punya
satu lokasi produksi yang sangat luas dengan ribuan karyawan yang
tinggal di satu tempat, dilengkapi dengan rumah sakit sendiri,
sekolah dan berbagai fasilitas yang lain sehingga lokasi produksi
BATA ini menjadi sebuah kota yang dinamakan 'BATA VILLE', tapi apa
yang terjadi sekarang sistem sosialis Perancis yang mengharuskan
perusahaan untuk membayar buruh dengan upah yang sangat tinggi ini,
BATA tidak mampu lagi menjual produknya dengan harga wajar, sehingga
terpaksa harus menutup pabriknya dan BATA VILLE pun menjadi kota
mati.

Berdasarkan cerita ini dan melihat posisi ekonomi si biang kapitalis
Amerika yang diambang kiamat, aku mengambil satu kesimpulan : kalau
di dunia ini tidak ada satu ideologipun yang sempurna dan bisa
dianut dengan sistem 'paku mati'. Semua ideologi harus terus
direkonstruksi sesuai bingkainya. Sebuah ideologi harus selalu
dinamis disesuaikan dengan situasi aktual yang diciptakan oleh
perubahan zaman. Karenanya aku sangat berharap kepada teman-teman di
PRA, kalau nanti di Pemilu 2009 mendapatkan suara yang cukup
signifikan untuk tidak terlalu kaku memaksakan penerapan ideologi
Sosialis, sebelum terlebih dahulu mempertimbangkan BINGKAI keacehan
saat ini.

Lalu aku bertanya pada teman ini kalau begitu situasinya, bagaimana
caranya Perancis tetap bisa bertahan?... lalu jawab si teman ini,
dengan sistem seperti ini sekarang Perancis hanya bisa bertahan
dengan memproduksi barang-barang ekslusif, semisal Parfum, pakaian
bermerek yang sangat mahal atau minuman semacam anggur dan
pemerintah mereka sangat ketat dalam menjaga mutu barang-barang
produksi mereka.

Misalnya anggur, ada banyak daerah penghasil anggur di Perancis,
misalkan Languedoc, Loire, Champagne, Alsace, Rhone atau Bourgogne
tapi yang paling terkenal tentu saja Bordeaux .

Di Perancis pengawasan terhadap produksi anggur ini sangat ketat .
Untuk anggur ada namanya Grand Vins, ini anggur mahal yang nggak
bisa sembarangan membuatnya. harus jelas dihasilkan di daerah mana
dan di kebun yang mana, anggur dari satu daerah tumbuh tidak bisa
dicampur seenaknya apalagi dengan anggur dari daerah lain Bordeaux
dengan Bourgogne misalnya. Kalau dicampur seenaknya namanya Vins de
Village alias anggur kampung yang harganya murah meskipun tetap saja
berkualitas tinggi namanya juga anggur Perancis. Karena meskipun
anggur kampung, tetap saja harus melewati berbagai persyaratan ketat
dan bahkan untuk anggur kampungpun tidak boleh mencampur Bordeaux
dengan Bourgogne. Pemerintah Perancis dan juga masyarakatnya benar-
benar STRICT dalam urusan kualitas ini. Yang berani macam-macam bisa
diancam dengan hukuman penjara.

Karena Bordeaux yang paling terkenal, maka di sini saya hanya akan
membahas anggur produksi Bordeaux. Seperti semua perkebunan anggur
di Perancis yang selalu terletak di dekat aliran sungai, maka
perkebunan anggur paling besar dan paling penting di Bordeaux juga
ada di sepanjang aliran sungai yaitu sungai Gironde. Perkebunan
anggur Bordeaux yang paling dekat dengan Atlantik, di sebelah timur
sungai Gironde adalah wilayah 'medoc', Grand Vins nya Bourdeaux
banyak diproduksi di wilayah ini. Satu wilayah seperti Medoc sendiri
masih terbagi-bagi kedalam beberapa wilayah lagi, yang paling dekat
dengan pantai atlantik ada wilayah perkebunan anggur yang namanya
Saint-estephe, berbatasan dengannya ke arah hulu ada Poillac, di
hulunya lagi ada Saint-julien dan Listrac moulis. Setelah Listrac
Moulis dan paling dekat dengan hulu ini namanya wilayah Margaux .
Semua anggur yang dihasilkan di wilayah ini tergolong Grand Vins,
tapi diantara Medoc sendiri anggur yang dihasilkan di wilayah
Poillac dan Margaux adalah yang paling prestisius

Sementara itu berdekatan dengan Medoc tapi letaknya di seberang
sungai Gironde disebut Cote de Blaye dan Cote de Bourg, anggurnya
juga bagus tapi digolongkan dalam 'petit vins' yang kelasnya jauh
sekali di bawah anggur produksi Medoc. Tapi kira-kira 30 km dari
tepi Gironde di sebelah Cote de Blaye dan Cote de Bourg, ada lagi
wilayah St-Emilion. Seperti medoc, anggur dari sini juga Grand Vins,
malah di sini di wilayah Pomerol terdapat salah satu merek anggur
paling prestisius dan paling mahal di dunia yang dihasilkan oleh
Chateau Petrus yang juga dijual dengan merk yang sama. Untuk Anggur
merk ini produksi tahun 2000 (untuk anggur beda tahun produksi, beda
kualitas ini kiatannya dengan banyak sedikitnya sinar matahari,
dalam dunia perangguran, tahun produksi ini disebut 'Millesime'),
hari ini harga sebotolnya sudah ribuan Euro. Untuk memproduksi
anggur dibutuhkan suhu yang tetap karenanya anggur diproduksi dalam
goa-goa buatan di bawah tanah yang letaknya bisa 50 meter di bawah
tanah supaya suhunya tetap (bahkan untuk Champaigne bisa 200 meter
di bawah tanah) di wilayah St-Emilion ini ada 200 kilometer goa
penyimpanan bawah tanah.

Nah anggur ini banyak miripnya dengan kopi. Kopi juga seperti
anggur, misalkan kopi yang tumbuh di dataran tinggi Gayo. Biarpun
sama-sama kopi Gayo, tapi kulaitas kopi Gayo Timang Gajah dengan
dengan Blang Gele apalagi Lukup Sabun, sangat berbeda. Masing-masing
daerah punya Kopi dengan karakter rasa sendiri. Untuk Kopi Gayo,
varietas kopi, jenis tanah dan ketinggian tempat tumbuh sangat
mempengaruhi rasa. Ketinggian tempat tumbuh ini ada kaitannya dengan
lamanya proses pematangan buah, makin tinggi tempat kopi tumbuh,
makin lama proses pematangannya, makin lama proses pematangan kopi,
makin banyak nutrisi yang diserap biji kopi dari tanah, bijinya
makin berat dan rasanya juga semakin bagus.

Seperti Bordeaux yang punya tempat istimewa dalam dalam
Peta 'Perangguran' dunia, demikian juga kopi Gayo. Kopi Gayo yang
tumbuh di dataran tinggi Gayo yang merupakan daerah produksi Kopi
Arabika terbesar di ASIA juga punya tempat sangat istimewa dalam
peta perkopian dunia yang kalau serius dikembangkan juga akan bisa
menjadi jualan yang sangat prestisius seperti Anggur Bordeaux. Yang
membedakan antara Anggur Bordeaux dan Kopi Gayo adalah mentalitas
Masyarakat dan terutama Pemerintahnya, kalau Pemerintah Perancis
khususnya pemerintah dan kaum intelektual wilayah Bordeaux dan juga
masyarakatnya benar-benar STRICT dalam urusan kualitas ini, maka
Masyarakat Gayo malah lebih suka mencampur Kopi Istimewanya dengan
biji kopi Robusta yang diolah sedemikian rupa sehingga menyerupai
bentuk kopi arabika. Pemerintah dan anggota Parelemennya?...Lebih
suka sibuk mengipasi masyarakat untuk membentuk Provinsi baru,
seolah-olah dengan adanya Provinsi baru itu tanpa perlu ada usaha
apapun Sim Salabim...taraf hidup masyarakat Gayo akan naik dengan
sendirinya. Intelektualnya?... daripada memikirkan hal yang terbaik
untuk daerahnya lebih suka memposting berbagai informasi palsu dan
menyesatkan di milis-milis yang menggambarkan seolah-olah Provinsi
ALA sudah benar-benar akan lahir.

Efek nyata dari dua sikap yang berbeda ini dapat kia saksikan dengan
jelas. Kalau untuk Anggur importer merasa yakin dengan kualitasnya
kalau membeli anggur langsung dari Bordeaux. Sebaliknya untuk Kopi,
Importer justru lebih merasa yakin dengan kualitasnya kalau membeli
Kopi Gayo melalui perantara dari Medan atau Singapura atau malah
Kopi Gayo dengan paten Belanda.

Wassalam

Win Wan Nur
Ketua Forum Pemuda Peduli Gayo

Monday, July 21, 2008

Indikasi geografis kopi gayo ditetapkan

JAKARTA: Dua kabupaten di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sepakat menyiapkan peta wilayah indikasi geografis guna mendapatkan perlindungan hukum atas produk kopi gayo, yang berasal dari daerah itu.

Saky Septiono, Kasi Pemeriksaan Formalitas Indikasi Geografis, Direktorat Merek Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM, menyatakan pihaknya sudah mengunjungi kedua wilayah itu untuk melihat potensi komoditas itu.

Saky mengatakan sudah bertemu dengan pemerintahan daerah dan pengusaha setempat guna membantu persiapan permohonan indikasi georafis.

Dia menjelaskan peta wilayah kopi gayo itu sudah disepakati berada di dua wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Aceh Tengah seluas sekitar 81.000 ha dengan perincian sekitar 3.900 ha berada Kab. Bener Meriah dan 42.000 ha berada di Kab Aceh Tengah.

Pengusaha setempat, menurutnya, sudah melakukan studi banding ke Kintamani, (Bali) yang sudah lebih dahulu mengajukan permohonan indikasi geografis untuk produk kopi kintamani.

"Bali mendapatkan bantuan dari Prancis dalam menyiapkan peta wilayah untuk kopi kintamani. Peta wilayah sangat penting dalam indikasi geografis," ujarnya.

Menurut Saky, potensi kopi gayo sangat besar, sehingga perlu dilindungi dari upaya orang yang tidak berhak menggunakan kata gayo untuk kepentingan sendiri.

"Kopi gayo memiliki cita rasa khas yang hanya ada di wilayah itu. Cita rasa khas seperti itu timbul karena faktor alam setempat. Meski sama-sama jenis arabika, tapi kopi gayo memiliki karakteristik tersendiri, berbeda dengan kopi yang tumbuh di luar dua kabupaten itu," ujarnya.

Antusias

Dia mengemukakan bahwa pengusaha dan pemda setempat antusias untuk mendaftarkan kopi gayo sebagai indikasi georafis, mengingat kata gayo sudah didaftarkan sebagai merek oleh Holland Coffee di Belanda.

Selama ini, eksportir kopi tak bisa menggunakan kata kopi gayo pada label produknya apabila ingin masuk ke Belanda karena kata tersebut sudah didaftarkan oleh perusahaan Belanda sebagai merek dagang.

Apabila pengusaha tetap ingin masuk ke Belanda, kata kopi gayo pada label produk kopi itu harus dihilangkan lebih dahulu.

Apabila kata kopi gayo itu dihapus pada label, maka konsumen tidak akan mengetahui lagi asal produk itu, sehingga harganya menjadi murah.

Berdasarkan UU No. 15/2001 tentang Merek, indikasi geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan ciri khas dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.

Pemprov Nanggroe Aceh Darussalam, ujarnya, memiliki potensi produk indikasi geografis seperti kakao, rotan, pinang, minyak atsiri. "Masing-masing produk itu memiliki ciri khas tersendiri yang hanya ada di daerah itu."

Indikasi geografis, menurutnya, akan mengangkat nilai suatu produk, sehingga harganya bisa lebih mahal dan ujung-ujung bisa meningkatkan ekonomi masyarakat setempat.

Seperti diketahui, Indonesia mengupayakan langkah hukum untuk membatalkan pendaftaran merek kopi gayo, yang didaftarkan oleh Holland Coffee di Belanda.

Menurut Saky, pembatalan merek kopi gayo itu memungkinkan sesuai dengan kesepakatan Trade Relative Aspects of Intellectual Property (TRIP's).

Kopi gayo, ujarnya, tidak bisa didaftarkan sebagai merek dagang karena merupakan indikasi geografis di Indonesia. "Ini sudah merupakan prinsip universal."

Dia mengakui bahwa untuk menempuh langkah hukum itu, kopi gayo harus terdaftar lebih dahulu sebagai indikasi geografis di Indonesia. (suwantin.oemar@bisnis.co.id)

Pemerintah angkat tim ahli indikasi geografis

JAKARTA: Pemerintah mengangkat tim ahli indikasi geografis, yang bertugas antara lain melakukan pemeriksaan dan pengawasan terhadap indikasi geografis nasional.

Dirjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM, Andy N Sommeng, mengatakan bahwa pemeriksaan terhadap permohonan indikasi geografis sudah bisa dimulai.

"Mereka [personel tim ahli] sudah diberi tahu. Sekarang tinggal mereka bertemu untuk menentukan langkah selanjutnya," kata Andy kepada Bisnis, akhir pekan lalu.

Sesuai dengan surat keputusan menteri hukum dan HAM tentang pengangkatan tim ahli indikasi geografis, mereka bertugas untuk masa jabatan selama lima tahun.

Anggota tim ahli indikasi geografis adalah Sugiono Moeljopawiro (Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian Bogor). Surip Mawardi (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember).

Selain itu, Riyaldi (Direktorat Jenderal Perkebunan Deptan), Endhay Kusnendar (Direktorat Jenderal Budidaya Deptan), Tri Reni Budiharti (Ditjen Industri Kecil dan Menengah Depperind), Shinta Damerys Sirait (Balai Besar Industri hasil Pertanian) dan T. Didik Taryadi (Direktorat Merk, Ditjen Hak Kekayaan Intelektual).

Saky Septiono, Kasi Pemeriksaan Formalitas Indikasi Geografis, Direktorat Merek Ditjen Hak Kekayaan Intelektual, mengemukakan bahwa dengan adanya pengangkatan tim ahli itu, maka pemeriksaan terhadap permohonan sudah bsia dilaksanakan.

Selama ini, katanya, pemeriksaan terhadap permohonan indikasi geografis terbentur karena belum adanya tim ahli. "Tim ahli itu lah yang akan melakukan pemeriksaan."

Saky menjelaskan bahwa hingga kini sudah tercatat enam permohonan dari berbagai wilayah Indonesia untuk ditetapkan sebagai produk indikasi geografis.

Permohoan itu antara lain untuk produk kopi Kintamani (Bali), kambing kali gesang, kacang Jepara, ukiran Jepara. "Pengusaha kopi Gayo juga sedang mempersiapkan persyaratan administrasi untuk mendapatkan sertifikat indikasi geografis," ujarnya.

Menurut dia, Indonesia memiliki potensi produk indikasi georafis seperti komoditas pertanian lada muntok (Bangka), kulit manis (Sumbar) dan kopi flores. "Pemda setempat sudah menyatakan akan mendaftarkan komoditas itu,"ujarnya.

Nilai tambah

Pendaftaran produk sebagai indikasi geografis, ujarnya, akan menaikkan harga dan memberi nilai tambah kepada komoditas itu untuk masyarakat setempat.

Melalui pendaftaran, ujarnya, produk itu memiliki standar kualitas dan memiliki manajemen mutu yang harus dipatuhi oleh produsen.

"Tidak semua komoditas pertanian bisa didaftarkan untuk indikasi geografis karena harus ada persyaratan utama seperti memiliki karakteristik khas yang hanya ada diderah tertentu," ujarnya.

Pemda, ujarnya mulai menyadari pentingnya pendaftaran komoditas pertanian sebagai produk indikasi geografis supaya tidak diambil oleh asing.

Kopi gayo, katanya, sudah melakukan studi banding ke kopi kintamani yang sudah lebih dahulu memenuhi persyaratan untuk dilakukan pemeriksaan. "Mereka menginginkan segera mendaftarkan kopi gayo sebagai produk indikasi geografis."

Sebelumnya diberitakan, Indonesia mengupayakan langkah hukum untuk membatalkan pendaftran merek kopi gayo, yang didaftarkan oleh Holland Coffee di Belanda.

Saky menyatakan pihaknya segera membicarakan langkah hukum itu dengan pemerintah daerah kabupaten Aceh Tengah.

Selain dengan pemda, kata Saky, pihaknya juga akan mengadakan pertemuan dengan Persatuan Petani Kopi Gayo. (suwantin.oemar@bisnis.co.id)

Thursday, June 26, 2008

Kopi Luwak Rp 5,8 juta per kilo

Kopi khusus yang dibuat dari campuran kotoran musang sekarang dijual di sebuah toserba di London seharga £50 per cangkir atau hampir Rp1 juta.

Kopi Jenis Jamaica Blue Mountain dan Kopi Luwak digunakan untuk menciptakan Caffe Raro, yang diduga merupakan kopi dengan harga per cangkir paling mahal di dunia.

Biji kopi untuk membuat Kopi Luwak dimakan, dan kemudian dikeluarkan lewat kotoran, oleh musang dan dijual seharga £324 atau Rp5,9 juta per kilogram.

Seluruh keuntungan dari penjualan kopi di toserba Peter Jones di Sloane Square selama bulan April akan disumbangkan kepada sebuah organisasi penyakit kanker di Inggris, Macmillan Cancer Support.

Biji kopi terbaik

Musang, yang hidup di antara dedaunan di kebun-kebun kopi di Asia Tenggara, diyakini pandai memilih buah kopi terbaik dan paling matang.

Zat enzim dalam sistim pencernaan musang menghancurkan isi buah kopi sebelum binatang itu mengeluarkan biji kopi bersama kotoran.

Biji-biji kopi itu kemudian dikumpuklan dari kebun kopi oleh para pekerja yang memisahkan kotoran musang dari kopi, membersihkan kopi dan kemudian menyangrai biji-biji itu.

David Cooper, yang menciptakan ramuan kopi Caffe Raro, mengatakan: "Ini adalah kopi langka yang pelan-pelan disangrai selama 12 menit untuk mendapatkan potensi maksimal kedua jenis kopi."

"Warna setelah disangrai sangat gelap, untuk memastikan kopi espresso itu sempurna untuk membuat latte atau cappucino." (BBC indonesia)

Anggaran Peremajaan dan Perluasan Kebun Kopi Rp. 9,981 Miliar

Jakarta, Departemen Pertanian menyediakan anggaran pada 2008 sebesar Rp 9,981 miliar untuk perluasan dan peremajaan perkebunan kopi di Indonesia guna meningkatkan produksinya.

Dirjen Perkebunan Departemen Pertanian Achmad Mangga Barani di Jakarta mengatakan, tahun 2008 Deptan telah menganggarkan bantuan untuk petani kopi sebesar Rp 9,981 miliar dari APBN, karena 95 persen perkebunan kopi yang ada di Indonesia dimiliki petani, tidak seperti perkebunan kelapa sawit banyak dimiliki pengusaha besar.

Khusus untuk perkebunan kopi Arabika disediakan anggaran sebesar Rp9,239 miliar sedangkan untuk perkebunan kopi robusta Rp742 juta. Anggaran lebih besar untuk kopi arabika guna mendorong peningkatan produksi, karena harganya lebih tinggi di pasaran dunia maupun di dalam negeri bila dibandingkan dengan kopi robusta, kata Mangga Barani di Jakarta, Jumat (14/3).

Achamd Mangga Barani menambahkan, Indonesia merupakan negara terbesar kedua pengekspor kopi di dunia setelah Brazil. Untuk ekspor pasar jenis kopi robusta sudah mempunyai pasar, sedangkan jenis arabika baru dicoba ke beberapa pasar dominan seperti Jepang dan dalam hal ini Indonesia sudah bekerjasama dengan Jepang. Negara tujuan ekspor lainnya adalah Eropa dan Timur Tengah.

Produksi kopi Indonesia mencapai 700 ribu ton sementara jumlah konsumsi kopi dalam negeri mencapai 170 ribu ton, sisa produksi tersebut diorientasikan ekspor ke berbagai negara.

Untuk mendukung peningkatan produksi kopi tahun 2008 ini Deptan akan memberikan 100 ribu batang varietas unggul yang mampu tahan terhadap hama penyakit dan tingkat produksi lebih tinggi, katanya.

Ada beberapa permasalahan dalam perluasan lahan kopi karena menyangkut iklim sehingga perluasan lahan tidak begitu banyak, jadi untuk meningkatkan produksi difokuskan pada peremajaan perkebunan yang sudah tua dan menggunakan bibit unggul.

Target perluasan areal perkebunan kopi hingga tahun 2010 mencapai 2,2 juta hektare, untuk perkebuna kopi arabika seluas 180 ribu hektare dengan dengan peningkatan produksi dari 47 ribu ton menjadi 81 ribu ton, peningkatan kopi produktivitas menjadi 900 kg/hektare/tahun.

Juga meningkatkan ekspor menjadi 60 ribu ton, meningkatkan pendapatan petani dan nilai tambah perbaikan pengolahan hasil dengan target 90 persen ekspor nasional berupa kopi arabika spesial olahan basah.

Sedangkan untuk robusta perluasan lahan 1.227 ribu hektare, meningkatkan produksi dari 627 ribu ton menjadi 650 ribu ton, meningkatkan ekspor dari 400 ribu ton menjadi 500 ribu ton dan nilai tambah serta daya saing melalui perbaikan mutu untuk mencapai target ekspor mutu 1 dan 2 sebesar 60 persen dan meningkatkan nilai tambah melalui pengembangan industri hilir.

Data perkebunan kopi dari Ditjen Perkebunan tahun 2006 menyebutkan luas areal seluas 1.308.732 hektare 96 persen diantaranya milik perkebunan rakyat sisanya 4,10 persen diusahakan dalam bentuk perkebunan besar, dengan volume ekspor sebesar 413.500 ton, dengan total produksi sebesar 743.409 ton.

Tingkat produktivitas rata rata saat ini sebesar 792 kg biji kering per tahun, tingkat produktivitas tanaman kopi di Indonesia cukup rendah bila dibandingkan dengan negara produsen utama kopi di dunia lainnya seperti Vietnam (1.540 kg/hektare/tahun), Colombia (1.220 kg/hektare/tahun dan Brazil (1.000 kg/hektare/tahun). (Kominfo Newsroom – Bhr/id/b)

Thursday, June 05, 2008

Kopi Gayo Sulit Bersaing karena Tak Ada Hak Paten

Takengon - Meski dikenal sebagai daerah lumbung kopi terbesar di Provinsi NAD, namun hingga kini industri pengolahan kopi di Aceh Tengah belum memiliki hak paten geografis dan hak paten atas merk dagangnya.

Padahal di tahun 2001 dan 2002, Pemda telah pernah mengusulkannya kepada Menko Perekonomian untuk mendapatkan kedua hak tersebut. Tapi usulan tersebut belum mendapat jawaban.

Belum diperolehnya hak paten geografis dan hak paten atas merk dagang ini disampaikan Bupati Aceh Tengah, Ir H Nasaruddin MM pada pertemuan Forum Kopi Aceh di Hotel Mahara Takengon.

Di daerah dataran tinggi Gayo, ujar Nasarudin, tidak sedikit jumlah industri pengolahan kopi. Namun sebagian besar masih berbentuk industri rumah tangga. Akibatnya, mereka sulit untuk bersaing dengan produk lain yang merknya sudah dipatenkan.

Nasaruddin mencontohkan, jika produk kopi petani diekspor ke Belanda dengan merk kopi Gayo, praktis royaltinya diterima pengusaha Belanda. Padahal deviden dan royaltinya merupakan nilai tambah.

Pada produk domestik regional bruto Aceh Tengah, pada tahun 2006 struktur ekonomi Aceh Tengah 50,74 persen bertumpu pada sektor pertanian. Namun pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian relatif rendah yakni 2,35 persen.

“Ketimpangan ini terjadi karena nilai tambah produk yang diperoleh petani sangat kecil,” ujarnya.

Menurut Nasaruddin, selama ini petani di daerah yang berhawa sejuk itu menjual produk kopi dalam bentuk gelondongan merah. Bentuk penjualan kopi gelondongan merah sangat rendah dibeli pedagang.

Namun bila produknya telah berbentuk bukuk kopi yang dijual, sudah hampir dipastikan nilai tambahnya lebih besar. Maka nya untuk menjawab itu kerangka kebijakan Pemda Aceh Tengah sampai 2012 dalam Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah (RPJMD) dengan strateginya peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Solusi

Pada pertemuan yang dihadiri oleh para pengusaha kopi dan beberapa kepala dinas terkait, Nasaruddin sangat berharap dalam forum kopi tersebut dapat ditemui berbagai solusi.

Karena para petani kopi di Aceh Tengah maupun Bener Meriah akan merasa bangga bila dapat menugaskan Aceh Partnership Aconomy Development, (APED) untuk mengurus hak paten geografis Kopi Arabica Gayo dan hak paten atas merk dagang.

Sementara itu, Direktur PD Genap Mupakat, Prof Dr Rahman Lubis menyebutkan, untuk mendukung harapan Aceh Tengah sebagai daerah sentra kopi tahun 2008 telah dianggarkan dana sebesar Rp2,5 miliar.

Malah jika memungkinkan juga akan disiapkan sebanyak 5 juta bibit kopi untuk ditanami di atas lahan seluas 5.000 hektare. Namun Rahman meminta, varietas bibit dapat disesuaikan dengan kondisi topografi daerah ini.

Di bagian lain, Manager Project, Madia Akbar menyebutkan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Jember sedang melakukan kegiatan menyusun manual kopi Aceh. Di samping itu APED juga telah menguji varietas di kebun percobaan kopi Gayo.

Secara terpisah, salah seorang anggota DPRK Aceh Tengah dari Partai Keadilan Sejahtera, Bardan Sahidi mengatakan, untuk lebih mensejahterakan petani kopi di Aceh Tengah, sangat berharap harga kopi di daerah itu bisa mencapai 7 dolar AS atau Rp70.000/kg.

Karena selama ini harga pasaran kopi di daerah dingin itu ditentukan oleh pedagang yang ada di Medan. Langkah untuk mencapai harga tersebut perlu kesiapan para petani sendiri seperti mempersiapkan kopi organik tanpa pupuk kimia.(irn/Analisa)

Tuesday, June 03, 2008

Kopi Gayo dan Toraja sudah dipatenkan pihak asing

Bogor: Merek kopi Gayo dan kopi Toraja ternyata sudah dipatenkan oleh pengusaha Belanda dan Jepang, sehingga petani di Indonesia tidak bisa mengekspor kedua jenis komoditas tersebut dengan nama kopi Gayo atau Toraja.

Pengamat ekonomi pertanian, Bustanul Arifin mengungkapkan, kopi Gayo sudah dipatenkan sebagai merek dagang oleh perusahaan multinasional (MNC) Belanda, sedangkan Kopi Toraja dipatenkan oleh sebuah perusahaan Jepang.

"Akibatnya petani tidak bisa lagi memakai merek Kopi Gayo," katanya seperti dilaporkan dalam seminar nasional "Dekonstruksi Politik Pertanian Menjelang 2009 di Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB), Rabu (28/5).

Hadir dalam seminar tersebut Ketua Umum Partai Hanura, Wiranto, Ketua DPP Partai Hanura, Fuad Bawazier, dan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Prof Dr Ir Khairil Anwar Notodiputro, MS.

Kopi Gayo merupakan salah satu komoditas unggulan dari Gayo, Aceh Tengah sedangkan kopi Toraja berasal dari Tana Toraja, Sulawesi tengah.

Oleh karena itu, lanjut dia, pemerintah harus memperjuangkan agar kedua jenis kopi asli Indonesia tersebut tidak dijadikan merek dagang oleh pihak asing dengan mendaftarkan indikasi geografis kedua komoditas itu.

"Artinya, nama Gayo dan Toraja itu hanya ada satu-satunya di Indonesia, tidak ada di daerah lain," katanya. Jadi nama Kopi Gayo misalnya, adalah hak eksklusif masyarakat Gayo, katanya.

Pendaftaran indikasi geografis bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap produk yang bersangkutan. Bila ada pihak lain menggunakan indikasi geografis, padahal bukan berasal dari wilayah yang sudah ditentukan, maka mereka bisa dituntut.

Beberapa hasil pertanian, produk olahan dan hasil kerajinan yang berpotensi didaftarkan sebagai produk indikasi geografis, misalnya lada Lampung, tembakau Deli, beras Cianjur, salak Pondoh, markisa Medan, markisa Makassar, atau mangga Indramayu.

Permohonan pendaftaran indikasi geografis sudah dilakukan untuk kopi Kintamani dan menjadi pemohon pertama sejak pemerintah membuka pendaftaran produk indikasi geografis September lalu.

Pemohon indikasi geografis kopi Kintamani sudah melengkapi persyaratan, seperti deskripsi georafis, deskripsi produk, deskripsi pengelolaan, dan jenis tanaman.

Dekonstruksi politik pertanian

Sementara itu, Ketua Umum Partai Hanura, Wiranto mengemukakan perlunya dilakukan dekonstruksi politik pertanian yang tidak akurat kemudian merekonstruksi kebijakan pertanian untuk masa depan.

"Kita sudah agak melalaikan bahwa sebenarnya pertanian yang melahirkan pangan dan menopang ketahanan pangan menjadi faktor penentu dalam ketahanan nasional," katanya.

Kalau produksi pangan minus dan tergantung negara lain, ketahanan pangan menjadi rapuh dan akhirnya ketahanan nasional pun juga rapuh.

"Pengalaman di berbagai negara, jika ketahanan pangan rapuh negara bisa kolaps dari dalam," katanya. Oleh karenanya, harus ada perubahan secara mendasar untuk kembali menempatkan pertanian sebagai salah satu domain utama dalam pembangunan nasional.

Sementara itu, staf pelaksana pada sekretariat organisasi La Via Campesina, Tejo Pramono mengatakan, dekonstruksi politik pertanian bukan hanya ditujukan pada undang-undang saja namun juga untuk agribisnis yang berorientasi pasar.

"Bagaimana kita bisa berpihak pada petani jika kita fokus pada agribisnis yang berorientasi pasar. Sedangkan pasar dikuasai oleh pengusaha besar," katanya. (Mnr/Antara)

Pascakenaikan BBM; Transaksi Hasil Bumi Aceh Lesu

Banda Aceh - Pascakenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), transaksi berbagai jenis komoditas unggulan yang dihasilkan petani di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dirasakan semakin “lesu”, namun harganya terlihat cukup stabil.

Ayah Ramli, salah seorang pedagang pengumpul hasil bumi di Banda Aceh, Selasa, menyebutkan, selama beberapa hari terakhir ini permintaan komoditas unggulan seperti kopi kering jenis robusta, cengkeh, pala, kakao dan pinang menurun dratis dibandingkan keadaan sebelumnya.

Sebelum naiknya harga BBM, transaksi komoditas unggulan terlihat cukup sibuk, seperti kopi jenis robusta, setiap harinya dua sampai tiga ton laku terjual. Namun selama beberapa hari terakhir ini, satu ton saja sulit.
“Kami tidak mengerti mengapa transaksi komoditas unggulan sangat ‘lesu’ dan keadaan ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Paling-paling di saat persediaannya melimpah harganya menurun. Itupun bersifat sementara,” katanya.

Harga kopi robusta kini bervariasi antara Rp 22.000 sampai Rp 25.000/kg, sedangkan kopi arabika yang dihasilkan petani dari dataran tinggi “Tanah Gayo” yang mencakup Aceh Tengah dan Bener Meriah bertahan pada level Rp 28.000/kg, namun tidak beredar di Aceh karena semuanya mengisi pasaran ekspor.

“Yang jelas, dampak kenaikan harga BBM tidak berpengaruh terhadap harga hasil bumi di Aceh,” katanya.Berbeda pada masa krisis ekonomi lalu, harga hasil bumi naik tajam, seperti harga cengkeh, kopi dan pala serta minyak atsiri nilam dari sebelumnya Rp 300.000 meroket hingga mencapai Rp1,5 juta perkilogram.

Khusus kopi robusta, kata Ayah Ramli, sisa stok hasil panen lalu kini banyak dijual kepada pengusaha penggilingan bubuk kopi karena para pedagang pengumpul kesulitan memasarkannya selama dua pekan terakhir ini akibat menurunnya permintaan dari pedagang di Propinsi Sumatera Utara (Sumut).

Sebelumnya, Direktur PD Genap Mupakat, salah sebuah perusahaan yang menampung kopi rakyat di sentra produksi Aceh Tengah, H Taufiq MS, menyebutkan produksi kopi di daerah dataran tinggi Tanah Gayo kini berkurang karena di luar musim panen.

Luas areal tanaman kopi rakyat di “Tanah Gayo” (Aceh Tengah dan Bener Meriah) mencapai 70.000 hektare, sekitar 90 persen di antaranya merupakan kopi arabika, sedangkan sisanya merupakan kopi robusta dengan total produksi rata-rata antara 800 kilogram/hektar/tahun.

“Sebenarnya, kalau dikelola secara lebih baik, produksi kopi rakyat di kedua daerah itu masih bisa ditingkatkan antara satu ton sampai 1,2 ton per hektar,” demikian H Taufiq MS. (Medan Bisnis)

Tuesday, May 06, 2008

Pengusaha kopi Gayo dibantu daftarkan indikasi geografis

JAKARTA: Pemerintah akan membantu pengusaha kopi Gayo mempersiapkan persyaratan pendaftaran indikasi geografis guna memberikan perlindungan hukum terhadap produk kopi asal Gayo.

Saky Septiono, Kasi Pemeriksaan Formalitas Indikasi Geografis, Direktorat Merek Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Depkumham, menyatakan bantuan tersebut berupa persiapan pembuatan buku persyaratan dan syarat teknis lainnya.

"Kami akan mencontoh kopi Kintamani yang sudah memenuhi persyaratan, seperti peta wilayah. Peta wilayah amat penting dalam pendaftaran indikasi geografis, guna mengetahui batas-batas wilayah penghasil kopi Gayo," ujar Saky beberapa waktu lalu.

Dia mengatakan bahwa pemohon indikasi geografis kopi Kintamani sudah melengkapi persyaratan, seperti deskripsi georafis, deskripsi produk, deskripsi pengelolaan, dan jenis tanaman.

"Kopi Kintami Bali adalah pilot project dan pemohon pertama setelah pemerintah membuka pendaftaran produk indikasi geografis sejak September lalu, tetapi sekarang belum bisa dilakukan pemeriksaan substansi karena terbentur belum diangkatnya tim ahli oleh pemerintah."

Nama-nama tim ahli untuk indikasi geografis, kata Saky, sudah diusulkan kepada Menteri Hukum dan HAM. "Kita berharap Menteri Hukum dan HAM secepatnya menetapkan tim ahli itu."

Perhatian pemerintah

Dia mengemukakan bahwa pengusaha kopi gayo mendapat perhatian dari pemerintah karena potensi yang dimilikinya.

"Mereka kini juga menghadapi masalah dengan pengusaha Belanda," ujarnya.

Pengusaha tidak bisa mengekspor kopi menggunakan merek Gayo untuk masuk ke Belanda karena kata Gayo sudah didaftarkan sebagai merek dagang oleh pengusaha setempat di Belanda.

Saky mengakui pendaftaran indikasi geografis tidak semudah pendaftaran merek dagang.

"Pendaftaran merek dagang bisa dilakukan secara pribadi, tapi indikasi geografis harus ada organisasi."

Indikasi geografis itu, katanya, nantinya milik bersama, jadi perlu ada organisasi pemegang hak itu.

Oleh Suwantin Oemar
Bisnis Indonesia

Thursday, May 01, 2008

Kopi Gayo Made In Belanda

Oleh Win Ruhdi Bathin

TANGAN Inen Tauhid bergerak cepat. Seperti memetik dawai-dawai harpa yang bersenar banyak, jari manis, tengah, telunjuk dan ibu jarinya memetik buah-buah kopi merah matang dari tangkainya dengan cekatan. Tangan kanan, tangan kiri sama lincahnya. Ribuan bahkan puluhan ribu buah kopi biasa terkumpul dalam sehari.

Setelah buah kopi di pohon yang satu selesai dipetik, Inen akan beralih ke pohon lain yang jaraknya satu sama lain sejauh dua meter. Sementara itu di bawah sebatang pohon kopi, tampak sebuah ember plastik untuk menaruh buah kopi. Jika ember ini penuh, tidak jauh dari situ tersedia karung-karung plastik untuk mengumpulkan buah-buah tersebut.

“Dalam satu hari, saya bisa memetik enam sampai sembilan kaleng (ember) buah kopi,” ujar Inen. Ia berusia 30 tahun, ibu beranak tiga, lulusan madrasah tsanawiyah atau setara sekolah menengah pertama. Sementara Aman Tauhid, suaminya berumur 35 tahun, hanya sempat mengecap pendidikan sampai kelas empat sekolah dasar.

Aman menemani Inen memanen kopi. Tapi ia cuma mengambil cabang-cabang pohon kopi tidak berproduktif dan dianggap hanya mengurangi panen buah kopi di tahun berikutnya.

“Kalau saya ikut ngutip kopi, dalam sehari hanya mampu memetik satu kaleng. Jadi banyak rugi waktu dan tidak produktif,” kata Aman.

Di pinggang kirinya terselip sebilah parang yang diikat dengan tali karet melingkari pinggangnya. Ia memakai sepatu bot. Seekor anjing jantan menyalak saat saya mendekati Aman. Anjing biasa menemani Aman dan para petani di Takengon, Aceh Tengah saat berada di kebun.

Anjing banyak manfaatnya. Selain untuk berburu babi yang dianggap hama kopi, di malam hari ia bertugas menjaga rumah-rumah petani yang kebanyakan tersebar dan dipisahkan kebun-kebun kopi yang luas. Para petani akan tahu mana gonggongan anjing jika ada babi dan mana gonggongan jika ada manusia yang datang.

Di setiap kebun, biasanya ada dangau atau rumah kebun. Tidak luas. Hanya untuk istirahat dan makan siang atau minum kopi dan menaruh alat-alat berkebun seperti cangkul dan semprot tanaman (handsprayer). Biasanya rumah kebun tanpa dinding. Ukurannya 2 x 2 meter persegi. Bahkan ada yang lebih kecil dengan tinggi tak lebih dari satu setengah meter. Atapnya dari seng bekas. Tiangnya dari bambu atau kayu bekas. Sementara itu rumah tinggal petani kopi seperti Aman berada sekitar setengah kilometer dari kebunnya.

Kebun Aman tidak luas. Hanya tujuh rante. Satu rante berukuran 25 x 25 meter persegi. Ada 800 batang kopi di situ. Panen setahun bisa menghasilkan uang lebih dari Rp.15 juta.

“Dalam Rp. 15 juta itu, semua kebutuhan hidup seperti sandang, pangan dan papan,” kata Aman kepada saya.

Ternyata Aman tak hanya mengandalkan kopi. Di sela-sela batang kopi itu, ia dan istrinya menanam cabe rawit. Orang Gayo menyebutnya cabe caplak.

Harga cabe rawit tak pernah tetap, berkisar antara Rp.2.000 sampai Rp.20 ribu per kilogram. Menanam cabe rawit sangat membantu perekonomian keluarga ini. Uang hasil kopi ternyata tak bisa diandalkan sepenuhnya untuk menopang kebutuhan mereka.

Kebun kopi panen dua kali setahun. Panen pertama pada bulan April sampai Mei. Jeda tiga bulan pada bulan Juni, Juli, dan Agustus. Panen kedua dimulai pada bulan September dan puncaknya antara bulan November dan Desember.

“Jika panen raya, biasanya kami mempekerjakan dua orang tetangga untuk mengutip kopi. Satu kali masa panen mencapai 150 kaleng,” tutur Inen.

Ongkos panen kopi per kaleng berkisar antara Rp.9.000 sampai Rp 10 ribu. Satu orang pengutip kopi bisa memetik hingga sembilan kaleng.

“Saat ini harga per kaleng kopi dengan kulitnya Rp.55 ribu,” kata Aman, sambil menghisap rokok kretek bermerek 152.

Petani seperti Aman biasa menjual kopi kepada toke (pedagang pengumpul) yang biasanya warga setempat.

Oleh sang toke, kebun Aman diberi label setahun lalu yang menandakan Aman adalah anggota petani organik koperasi Baburrayan. Baburrayan adalah mitra eksportir kopi asal Amerika. Eksportir Amerika ini punya mesin penggilingan kopi di Pegasing, di kecamatan Pegasing, Aceh Tengah.

Eksportir Amerika hanya membeli kopi petani lewat Baburrayan.

Para petani,pada umumnya tidak suka berkebun kopi secara organik. Berkebun dengan cara ini pantang menggunakan zat kimia, seperti pupuk kimia dan herbisida. Bagi petani hal itu merepotkan. Mereka harus menunggu lama untuk mendapatkan hasil kebun, sementara kebutuhan hidup tak bisa ditunda-tunda.

Belum lagi urusan dengan toke. Para toke itu seringkali tidak membayar kontan kopi yang mereka beli. Biasanya pembayaran dilakukan dua atau tiga hari sesudahnya, tergantung kesepakatan. Alasan toke itu macam-macam, seperti mereka belum terima uang dari toke yang lebih besar.

Setelah membeli buah kopi dari para petani di siang hari, toke kemudian menggiling buah kopi tersebut di malam hari.

“Paginya, kopi yang digiling semalam dicuci sampai bersih dengan menghilangkan lemak pada kopi merah,” kata Amri, salah seorang toke.

Oleh Amri, kopi yang telah dibasuh dijemur di pinggir jalan beraspal di depan rumahnya. Hanya dibutuhkan setengah hari jika cuaca bagus. Kemudian kopi giling yang disebut gabah ini dijual lagi kepada pedagang yang lebih besar. Harga gabah mencapai Rp.15 ribu per bambu.

Sementara harga beli kopi di Baburrayan malah lebih rendah: Rp.14.700.

Produksi kopi di Indonesia saat ini mencapai 600 ribu ton per tahun. Lebih dari 80 persen produksi berasal dari perkebunan rakyat. Perkebunan ini merupakan kumpulan dari kebun-kebun kecil yang dimiliki oleh petani dengan luas antara satu sampai dua hektare.

Namun, petani yang menjadi penghasil kopi rakyat tidak mempunyai modal, teknologi, dan pengetahuan yang cukup untuk mengelola tanaman yang mereka miliki secara optimal. Dengan demikian, produktivitas tanaman relatif rendah dibandingkan dengan potensinya. Selain itu, petani umumnya juga belum mampu menghasilkan biji kopi dengan mutu seperti yang dipersyaratkan untuk ekspor.

Beberapa faktor penyebabnya adalah minimnya sarana pengolahan, lemahnya pengawasan mutu pada seluruh tahapan proses pengolahan dan sistem tata niaga kopi rakyat yang tidak berorientasi pada mutu.

Selain itu, dalam lima tahun terakhir ini kontaminasi okhratoxin pada biji kopi mulai mendapat sorotan yang serius oleh konsumen Eropa. Kontaminasi senyawa tersebut umumnya terjadi sebagai akibat proses pengeringan yang kurang sempurna sehingga jamur penyebab tumbunya okhratoxin menjadi aktif.

Seiring dengan semakin baiknya kondisi keamanan Aceh, dataran tinggi Gayo yang merupakan sentra produksi kopi Arabika terbesar di Indonesia terus meningkatkan produksi kopinya. Sebanyak 85 persen kopi di Aceh Tengah berjenis Arabika, sisanya merupakan tanaman kopi Robusta.

Menurut John R Bowen, dalam bukunya Sumatran Politics and Poetics, Gayo History, 1900-1989, menulis bahwa pohon kopi Arabika di Aceh Tengah telah ditanam pada tahun 1908.

Di masa tersebut Belanda mulai mengembangkan kopi di Aceh Tengah secara besar-besaran bersama komoditas lainnya, seperti teh dan sayur. Karena menurut Belanda, masyarakat Aceh Tengah sangat cepat menerima jenis tanaman baru dan tentu saja faktor iklim yang sejuk itu sangat mendukung. Kini 83, 19 persen penduduk Aceh Tengah bermatapencaharian sebagai petani kopi.

Di pasaran kopi dunia, kopi Arabika sejak lama telah dikenal dengan sebutan Sumatera Mandailing/Lintong Coffee. Dan akhir-akhir ini kopi Aceh Tengah telah dijual dengan nama Gayo Mountain. Beberapa kalangan bahkan menilai kopi dari daerah ini memiliki kualitas tertinggi di dunia.

Ekspor kopi Aceh Tengah pada tahun 1990-an lebih banyak ke Jepang, Namun dewasa ini, Amerika Serikat merupakan pasar terbesar bagi kopi Aceh Tengah. Pada tahun 2000, Amerika Serikat merupakan pasar utama dengan persentase sebesar 53,70 persen, disusul Jepang sebesar 22,34 persen dari keseluruhan jumlah ekspor kopi Aceh Tengah sebesar 4.254 ton.

Tak kurang dari mantan presiden Amerika Serikat Bill Clinton pernah mengatakan kepada media bahwa kopi Gayo akan digaet Starbuck.

Sebelum pernyataan Bill Clinton muncul, beberapa pengusaha asing bahkan sudah menanam sahamnya di Takengon dan Bener Meriah. Bahkan ada yang mengawini gadis setempat.

Seorang petani kopi asal Takengon, Aman Shafa, berkata, “Kenapa tidak ada keberanian dari Pemda (Pemerintah Daerah) untuk menjadikan Aceh sebagai provinsi kopi atau kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah sebagai Kabupaten Kopi? Seperti pernah dilakukan oleh Amerika Latin dengan melakukan revolusi kopi dengan menyebut Negara Kopi untuk negeri mereka.”

Terlebih lagi dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah terlihat jelas bahwa sektor pengembangan kopi masih berada di urutan paling bawah.

Areal perkebunan kopi di Aceh Tengah pada saat ini telah mencapai 46.286 hektare dan mempunyai potensi untuk dikembangkan sampai 65.000 hektare.

Hampir seluruh perkebunan kopi yang ada merupakan perkebunan kopi rakyat dengan pola swadaya masyarakat. Macam varietas yang dikembangkan juga beragam namun varietas lokal (seperti Bergendal, Sidikalang, dan Rambung) masih menempati urutan tertinggi, yaitu lebih kurang 34,17 persen dari seluruh luas kebun kopi di Aceh Tengah. Sisanya berupa varietas HDT (Timor Timur), Lini-S (Jember, Jawa Timur) dan Catimor dengan perbandingan yang hampir sama.


DI salah satu edisi harian Bisnis Indonesia, sebuah media Jakarta, disebutkan bahwa “Kopi Gayo” telah didaftarkan oleh pengusaha Belanda sebagai merek dagang di sana, sehingga eksportir kopi dari daerah Gayo tidak bisa mengekspor komoditas itu dengan menggunakan merek “Kopi Gayo” lagi.

Hal ini merugikan pengusaha setempat, padahal seharusnya kopi Gayo berpotensi didaftarkan sebagai produk indikasi geografis karena unik.

"Ditjen Hak Kekayaan Intelektual sudah bisa menerima pendaftaran indikasi geografis," ujar Elizar Darmanto, Kasubdit Indikasi Geografis Direktorat Merek.

Pendaftaran indikasi geografis bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap produk yang bersangkutan.

Bila ada pihak lain menggunakan indikasi geografis, padahal bukan berasal dari wilayah yang sudah ditentukan, maka mereka bisa dituntut.

Sekadar contoh, pengusaha kopi di Makassar tidak boleh menggunakan kata “Kopi Toraja” untuk produk kopi yang dihasilkan di wilayah Makassar. Kata “Kopi Toraja” adalah hak eksklusif masyarakat Tana Toraja.

Elizar mengemukakan pemerintah kini terus melakukan sosialisasi kepada daerah yang berpotensi, supaya masyarakatnya mau mendaftarkan produk berindikasi geografis.

Menurutnya, banyak hasil pertanian, produk olahan dan hasil kerajinan yang berpotensi didaftarkan sebagai produk indikasi geografis, misalnya lada Lampung, tembakau Deli, beras Cianjur, salak Pondoh, markisa Medan, markisa Makassar, atau mangga Indramayu.

"Di Thailand, telor asin saja didaftarkan sebagai produk indikasi geografis. Indonesia juga memiliki telor asin asal Brebes yang sudah terkenal," ujarnya.***(Pantau Aceh Feature Service)

Monday, April 28, 2008

Eksportir Minta Kenaikan Iuran Kopi Dibatalkan

Para eksportir kopi di Sumut minta kenaikan iuran kopi ekspor dari Rp 30/kg menjadi Rp 50/kg dibatalkan bisa menyebabkan ancaman penurunan ekspor.

Menurut eksportir, iuran kopi tersebut tidak hanya memberatkan pengusaha, tetapi juga petani dan pemerintah. Karena itu, batalkan kenaikan iuran dan bukan ditunda oleh BPP Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) hingga Juli 2008.

Seharusnya di tengah kondisi sulit, eksportir dan petani dilindungi bukan digerogoti dengan berbagai iuran. Apalagi iuran itu tidak jelas peruntukannya," kata salah seorang eksportir yang enggan disebut identitasnya, Kamis (24/4) di Medan.

Menurut eksportir, apabila iuran dimaksud sebagai dalih membayar iuran International Coffee Organization, dinilai sangat tidak beralasan kuat, mengingat semestinya iuran ICO itu merupakan beban negara, sebab yang menjadi anggota ICO adalah Negara Indonesia bukan AEKI.

"Kalau dibilang untuk pembinaan atau keperluan eksportir dan petani. Apa yang sudah diterima pengusaha dan petani dari hasil iuran itu," katanya.

Ketua AEKI Sumut Suyanto Hussein, saat dikonfirmasi mengakui adanya penolakan beberapa eksportir atas kenaikan iuran berdasarkan realisasi ekspor kopi dari Rp 30 menjadi Rp 50/kg, sesuai surat BPP AEKI tanggal 15 April 2008.

"Namun kita tidak bisa memberi keputusan, karena kenaikan keputusan BPP. AEKI Sumut hanya akan meneruskan usulan penolakan dan pendapat lain yang disuarakan dalam rapat di AEKI Rabu (23/4)," terangnya sambil menambahkan, BPP AEKI sudah menyatakan menunda pelaksanaan iuran menjadi per tanggal 1 Juli 2008 dari sebelumnya 1 Mei 2008. (Global)

Tuesday, April 08, 2008

NGO Italia Akan Garap Potensi Kopi Gayo

NGO Itali, Terre des Hommes Itali berencana melakukan survei potensi perkebunan di Aceh Tengah. Salah satu komoditi yang digarap adalah kopi. Perwakilan dari Terre des Hommes, (TDH) Itali, Aron Cristellotti saat bertemu dengan Wakil Bupati Aceh Tengah Drs Djauhar Ali yang didampingi Kepala Dinas Perkebunan Ir Absardi MM, Jumat (4/4) menjelaskan, tujuan kunjungan ini untuk melakukan pendataan terhadap potensi perkebunan yang dimiliki oleh Aceh Tengah.

Sebelumnya, Terre des Hommes Itali yang berkantor di Banda Aceh tahun 2006 telah melakukan pendataan potensi Aceh Tengah dan beberapa kabupaten di Aceh. Ini merupakan kunjungan lanjutan pendataan yang dilakukan oleh dua tenaga ahli Itali enam bulan lalu di Aceh Tengah.

Menurut Aron Cristellotti pendataan terhadap komoditi kopi di Aceh Tengah karena ketertarikan pemerintahan Itali terhadap beberapa daerah yang terkena imbas konflik. M. Kini Terre des Hommes sedang mempersipkan proposal rencana proyek untuk diajukan kementerian negara.

Dia juga menjelaskan, bahwa kegiatan yang dikhususkan untuk reintegrasi itu akan difokuskan di empat kabupaten masing-masing Bireuen, Pidie, Aceh Tengah dan Bener Meriah. Sementara program kegiatan yang dilaksanakan adalah komoditi kopi, coklat, kerajinan tangan dan eko turis. Sedangkan untuk Aceh Tengah akan difokuskan pada sektor komoditi kopi.

Program di Aceh Tengah menyangkut pembinaan terhadap beberapa kelompok tani kopi serta mendukung perkumpulan kelompok tani, koperasi atau perusahaan daerah. Untuk sementara, petani yang dilibatkan dalam perkopian tercatat 100 jiwa. Sedangkan untuk non kopi tercatat 62 orang.

Para petani juga akan mendapat pelatihan budidaya kopi secara organik, merehabilitasi perkebunan kopi yang terlantar akibat konflik. Khusus untuk empat kabupaten yang menjadi target, kata Aron jumlah petani yang akan dilibatkan tercatat sebanyak 400 orang. Namun jumlah tersebut, katanya bisa saja bertambah. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kecemburuan sosial diantara masyarakat, khususnya petani.

Menyangkut rencana kegiatan yang akan dilaksanakan di empat kabupaten itu pihak Terre des Hommes meminta rekomendasi masing-masing bupati untuk melengkapi proposal yang akan diajukan. Rencana ini telah diberi izin oleh Gubernur Aceh. Namun Aron menyatakan, program ini akan direalisasikan enam bulan mendatang.

Wakil Bupati Aceh Tengah mendukung kegiatan yang akan dilaksanakan oleh NGO tersebut dan siap mengeluarkan rekomendasinya. Namun, sebelum melakukan kegiatannya Djauhar Ali menyarankan Terre des Hommes dapat bertemu dengan Kepala BRA Aceh Tengah agar penentuan sasaran benar-benar para petani yang terkena imbas konflik. Apalagi dalam pelaksanaan kegiatannya jumlah petani yang dilibatkan terbatas. Untuk itu, Djauhar Ali meminta agar jumlah petani yang dilibatkan dalam kegiatan itu ditambah. Hal ini mengingat jumlah petani korban konflik di daerah dingin itu cukup banyak.(acehtoday)

Wednesday, March 19, 2008

PENGOLAHAN PRODUK KOPI

A. Dekafeinasi Kopi

Dekafeinasi biasanya dilakukan sebelum proses penyangraian, sebelumnya dilakukan proses pembersihan dan Penyortiran biji. Prosesnya meliputi pembasahan biji kopi dengan air dan, diikuti oleh ekstraksi dengan pelarut organik yaitu metilen klorida(CH2Cl2)dalam ekstraktor.

Proses dekafeinasi pada tahap awal dilakukan pemanasan pendahuluan biji kopi dengan uap air panas pad a suhu 230°F selama setengah jam yang akan menghasilkan kadar air 16-18 % w/w pada kolom pertama dari kolom. Tujuan pemanasan pendahuluan adalah untuk membantu proses hidrolisis dari kafein selama ekstraksi. Kemudian dilakukan penambahan air/pre-wetting (hingga kadar air kopi menjadi 40%), setelah itu ditambahkan pelarut dengan perbandingan pelarut dengan biji kopi adalah 4 : 1.

Selanjutnya Proses ekstraksi kaffein dari biji kopi dilakukan pada suhu 50-120°C (120-250°F) pada kolom dimana kaffein sebagian besar akan dihilangkan (95-98%) akan dipisahkan. Setelah proses ekstraksi selesai, pelarut kemudian dialirkan keluar dari ekstraktor. Untuk menghilangkan sisa pelarut yang terdapat pada biji kopi, maka dilakukan penguapan pelarut dengan uap air panas (destilasi uap). Biji kopi yang dihilangkan kaffeinnya dikeluarkan dari kolom dengan segera dan biji dikeringkan mendekati kandungan air alaminya.

Setelah proses cekaffeinasi, bjji kopi biasanya akan kehilangan kandungan zat hijaunya dan tentu masih mengandung kaffein dan zat pelarut. Beberapa negera yang tergabung didalam EEC menetapkan batas kandungan kaffein didalam biji kopi bebas kaffein (decaffeinated) dan kopi instan tidak melebihi 0.1 % dan 0.3%. Sedangkan zat pelarut yang tersisa atau resedual dari decaffeinated coffe kurang dari 10 mg/kg pelarut.

B. Kopi Bubuk

1. Roasting

Roasting merupakan proses Penyangraian biji kopi yang tergantung pada
waktu dan suhu yang ditandai dengan perubahan kimiawi yang signifikan. Terjadi kehilangan berat kering terutama gas CO2 dan produk pirolisis volatil lainnya. Kebanyakan produk pirolisis ini sangat menentukan cita rasa kopi. Kehilangan berat kering terkait erat dengan suhu penyangraian.

Berdasarkan suhu penyangraian yang digunakan kopi sangrai dibedakan atas 3 golongan yaitu : ligh roast suhu yang digunakan 193 sampai 199°C, medium roast suhu yang digunakan 204°C dan dark roast suhu yang digunakan 213 sampai 221°C. Menurut Varnam dan Sutherland (1994) : ligh roast menghilangkan 3-5% kadar air: medium roast, 5-8 % dan dark roast 8-14%.

Penyangraian sangat menentukan warna dan cita rasa pruduk kopi yang akan dikonsumsi, perubahan warna biji dapat dijadikan dasar untuk sistem klasifikasi sederhana. Perubahan fisik terjadi termasuk kehilangan densitas ketika pecah. Penyangrai bisa berupa oven yang beroperasi secara batch atau kontinous. Pemanasan dilakukan pada tekanan atmosfir dengan media udara panas atau gas pembakaran. Pemanasan dapat juga dilakukan dengan melakukan kontak dengan permukaan yang dipanaskan, dan pada beberapa disain pemanas, hal ini merupakan faktor penentu pada pemanasan. Disain paling umum yang dapat disesuikan baik untuk penyangraian secara batch maupun kontinous merupakan drum horizontal yang dapat berputar. Umumnya, biji kopi dicurahkan sealiran dengan udara panas melalui drum ini, kecuali pada beberapa roaster dimana dimungkinkan terjadi aliran silang dengan udara panas. Udara yang digunakan langsung dipanaskan menggunakan gas atau bahanbakar, dan pada desain baru digunakan sistem udara daur ulang yang dapat menurunkan polusi di atmosfir serta menekan biaya operasional.

Tahap awal roasting adalah membuang uap air pada suhu penyangraian 100°C dan berikutnya tahap pyrolysis pada suhu 180°C. Pada tahap pyrolisis terjadi perubahan-perubahan komposisi kimia dan pengurangan berat sebanyak 10%. Proses roasting berlangsung 5-30 menit. Sampel segera diambil setelah roasting dan digiling dengan metoda standar sebelum menilai warna, sedikit air ditambahkan ke biji kopi pada tahap pendinginan untuk mempercepat pendinginan dan meningkatkan keseragaman ukuran partikel untuk penggilingan berikutnya.

Pada beberapa roaster, air ditambahkan ke biji dalam drum penyangrai diakhir proses. Biji kopi kemudian dikeluarkan lalu ditaruh dalam baki dingin berlobang dimanana udara dihembuskan. Perubahan sifat fisik dan kimia terjadi selama proses penyangraian, menurut Ukers dan Prescott dalam Ciptadi dan Nasution (1985) terjadi seperti swelling, penguapan air, tebentuknya senyawa volatile, karamelisasi karbohidrat, pengurangan serat kasar, denaturasi protein, terbentuknya gas CO2 sebagai hasil oksidasi dan terbentuknya aroma yang karakteristik pada kopi. Swelling selama penyangraian disebabkan karena terbentuknya gas-gas yang sebagian besar terdiri dari CO2 kemudian gas-gas ini mengisi ruang dalam sel atau pori-pori kopi. Senyawa yang membentuk aroma di dalam kopi menurut Mabrouk dan Deatherage dalam Ciptadi dan Nasution (1985) adalah :

1. Golongan fenol dan asam tidak mudah menguap yaitu asam kofeat, asam clorogenat, asam ginat dan riboflavin.
2.Golongan senyawa karbonil yaitu asetal dehid, propanon, alkohol, vanilin aldehid.
3. Golongan senyawa karbonil asam yaitu oksasuksinat, aseto asetat, hidroksi pirufat, keton kaproat, oksalasetat, mekoksalat, merkaptopiruvat.
4. Golongan asam amino yaitu leusin, iso leusin, variline, hidroksiproline, alanine, threonine, glysine dan asam aspartat.
5. Golongan asam mudah menguap yaitu asam asetat, propionat, butirat dan volerat.


Didalam proses penyangraian sebagian kecil dari kaffein akan menguap dan terbentuk komponen-komponen lain yaitu aseton, furfural, amonia, trimethylamine, asam formiat dan asam asetat. Caffein di dalam kopi terdapat baik sebagai senyawa bebas maupun dalam bentuk kombinasi dengan klorogenat sebagai senyawa kalium kaffein klorogenat.

Biji kopi yang disangrai dapat langsung dikemas. Pengemasan dilakukan dengan kantong kertas, ketika kopi dipisahkan dari otlet khusus dan digunakan langsung oleh konsomen. Tempat penyimpanan yang lebih baik serta kemasan vakum diperlukan untuk mencegah deteriorasi oksidatif jika kopi tidak melewati oulet khusus. Saat ini digunakan kemasan vakum dari kaleng yang mampu menahan tekanan yang terbentuk atau menggunakan kantung yang dapat melepaskan CO2 tapi menerima oksigen.

2. Penggilingan

Penggilingan kopi skala luas selalu menggunakan gerinda beroda (roller), gerinda roller ganda dengan gerigi 2 sampai 4 pasang merupakan alat yang paling banyak dipakai. Partikel kopi dihaluskan selama melewati tiap pasang roller. Derajat penggilingan ditentukan oleh nomor seri roller yang diguncikan. Kondisi ideal dimana ukuran partikel giling seragam adalah mustahil, namun variasi lebih rendah jika menggunakan gerinda roller ganda. Alternatif lain adalah penggilingan system tertutup berbasis proses satu tahap, dimana jika ukuran partikel melebihi saringan maka partikel dikembalikan ke pengumpan untuk digiling ulang.

Sejumlah kulit tipis (chaff) terlepas dari biji kopi, terutama Robusta, ikut tergiling. Kulit ini bisa dibuang menggunakan hembusan udara maupun, metode lainnya, meskipun mengakibatkan kehilangan padatan terlarut. Pencampuran kulit tipis ini, khususnya dengan kopi gosong, memberikan keuntungan berupa peningkatan sifat aliran dengan penyerapan minyak yang menetes.

Penampilan yang menarik bubuk kopi akan meningkatkan permintaan di pasaran. Hasil penggilingan biji kopi dibedakan menjadi: coarse (bubuk kasar), medium (bubuk sedang), fine (bubuk halus), very, fine (bubuk amat halus). Pilihan kasar halusnya bubuk kopi berkaitan dengan cara penyeduhan kopi yang digemari oleh masyarakat. Penggilingan melepaskan sejumlah kandungan CO2 dari kopi. Sebagian besar dilepaskan selama proses dan setelah penggilingan. Sejumlah besar mungkin masih tertahan terutama pada kopi giling kasar.

Untuk memperpanjang masa simpan kopi bubuk dikemas dengan menggunakan kemasan vakum dalam timah atau kantong fleksibel, untuk kopi giling halus, pengemasan vakum segera mungkin dilakukan selepas penggilingan tanpa perlakuan lain untuk mencegah terbentuknya t'ekanan akibat pelepasan CO2 Pada gilingan kasar, umumnya pengemasan ditunda beberapa jam untuk melepaskan CO2 Tindakan ini dapat memastikan penurunan CO2 kopi yang dikemas akibat penyerapan Oksigen.

C. Kopi Instant

Kopi instan merupakan kopi yang bersifat mudah larut dengan air (soluble)
tanpa meninggalkan serbuk. Pengolahan kopi instan yang essensial berupa produksi ekstrak kopi melalui tahap : penyangraian (roasting), penggilingan (grinding), Ekstraksi, Drying (Spray Drying maupun Freze Drying) dan pengemasan produk

Pengolahan kopi instan (soluble coffe) sangat tergantung dari proses sebelumnya. Pada tahap penggilingan biji-biji kopi yang berbeda ukuran, partikelnya harus disesuaikan untuk menjamin efisiensi ekstraksi. Hasil penggilingan yang terlalu halus akan menganggu perjalanan cairan kopi pada kolom ekstraksi, karena itu hasil penggilingah yang agak kasar dan seragam lebih diinginkan.

1. Ekstraksi
Proses ekstraksi untuk pembuatan kopi instan dipergunakan percolator (penyaring kopi) dan alat sentrifuge untuk mengepres sisa ampas. Proses ini terjadai didalam 6 percolator (penyaring kopi) menggunakan prinsip counter curent. Tujuan pengolahan adalah untuk memperoleh ekstraksi optimum dari padatan terlarut tanpa merusak kualitas.

Ekstraksi yang optimum tergantung pada suhu air ekstraksi dan laju alir melalui ampas kopi. Pada prakteknya air panas dimasukkan dengan tekanan dan suhunya 180°C. Suhu dari cairan pada setiap kolom makin turun sampai cairan berhubungan dengan kopi pada suhu 100°C. Penggunaan suhu air tertinggi memungkinkan hasil konsentrasi ekstrak tertinggi. Akibat penggunaan suhu tinggi adalah menjaga tekanan sistem tetap rendah untuk mempertahankan kondisi hidroulik (suhu air 173°C, dibutuhkan tekanan 120 psig atau 828 kPa) dan kolom yang dihubungkan oleh pipa harus didesain pada tekanan sedemikian rupa sehingga tidak melebihi hidraulik minimum. Air tersebut mengumpulkan sisa padatan larut air pada tekanan tinggi dan sisa padatan terlarut yang tidak terekstraksi akan secara sengaja terbawa ke kolom percolator berikutnya dan terekstraksi, begitu selanjutnya. Setiap penyaring pelarut mengumpulkan padatan larut air lebih banyak. Pada gilingan kopi yang lebih bersih akan meningkatkan ekstraksi dan mengurangi waktu perputaran.

Larutan Ekstraks bergerak ke depan secara kontineu dan pada kolom terakhir keluar berupa sirup dengan konsentrasi bahan terlarut 25-35 %. Pengisian air panas mengalir secara kontineu dengan ampas kopi bubuk yang terbanyak. Setelah mencapai kolom terakhir larutan ekstrak dialirkan, didinginkan dan ditranfer ketangki penyimpanan (stroge tank). Kopi hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dengan menggunakan metode spray drying dan frezee drying, namun biasanya terlebih dahulu dilakukan penyaringan (filter) atau sentrifugasi terhadap cairan tersebut untuk memisahkan koloid berupa ter atau bahan bahan tidak larut lainnya dan kemudian mengkonsentratkan cairan tersebut dengan cara melewatkan melalui evaporator konvensional sebagaimana, yang digunakan proses evoporasi pada industri pengolahan susu. Cairan konsentrat tersebut kemudian disimpan sementara ditangki penyimpanan untuk menunggu proses pengeringan. Ampas kopi bubuk yang dikeluarkan dari kolom untuk dibuang, terlebih dahulu dilakukan pengurangan kadar air agar mudah diangkut dengan truk ke tempat pembuangan karena masih mengandung 70% kadar air.

2. Drying

Proses Spray drying terjadi didalam tower silindris yang besar dengan dasar
kerucut, pada bagian ini cairan kopi dimasukkan dengan tekanan ke dalam bagian atas tower bersamaan dengan pancaran angin udara panas sekitar 250°C. Partikelpartikel yang disemprotkan akan kering dan jatuh serta terkumpul sebagai bubuk pada bagian ujung kerucut lalu dipindahkan menggunakan alat katup yang berputar.

Udara yang telah tefpakai dilepaskan melewati sisi tower dan biasanya dilewatkan melalui peralatan siklon dengan tujuan untuk memperoleh kembali partikel kopi halus yang mungkin tercampur dengan aliran bubuk. Pada proses kosentrasi awal larutan kopi, kecenderungan yang terjadi adalah diproduksinya partlkel bubuk berukuran besar dan sedikit halus, jika partikel berukuran besar lebih banyak pada proses recyling akan mengakibatkan rusaknya kualitas dan rendahnya mutu produk akhir. Selain itu makin sedikit bagian yang halus, makin kecil pula kemungkinan padatan kopi menempel pada dinding tower sehingga pengkonsentrasian larutan akan mengurangi beban pengering dan meningkatkan kapasitas produksi.

Untuk meningkatkan daya larut dalam air dan membentuk butiran biasanya
ditingkatkan dengan proses aglomerasi. Proses aglomerasi dicapai dengan membasahi partikel bubuk, membiarkannya bergabung dan kemudian mengeringkannya kembali.

b. Freeze Drying
Prinsip kerja Freeze drying meliputi pembekuan larutan, menggranulasikan larutan yang beku tersebut, mengkondisikannya pada vacum ultra-high dengan pemanasan yang sedang sehingga mengakibatkan air pada bahan pangan tersebut akan menyublin dan akan menghasilkan produk padat (solid product). Pada prakteknya, ekstrak kopi difilter dan dikumpulkan pada tangki utama, kemudi,9n cairan tersebut dibawa ke drum pendinginan yang berputar. Setelah itu di bawa keruang pendinginan. Pada ruang pendinginan ditambahkan ethylene glycol dan ekstrak dibiarkan berhubungan dengan larutan selama 20-30 menit dengan temperatur -40°C. Setelah meninggalkan daerah tesebut lemping beku dilewatkan menuju grinder untuk mengatur produksi granula sesuai dengan ukuran yakni sesuai persyaratan untuk produk jadi. partikel-partikel disaringuntuk keseragaman produk dan tingkat kekeringan yang merata. Granula-granula yang membeku tersebut kemudian dibawa menggunakan konveyor menuju ruangan vakum yang dioperasikan secara batch atau kontineu. Selama proses pengeringan suhu produk umumnya tidak lebih dari 50°C.

3. Aromatisasi

Produk akhir Spray Drying dan Freeze drying akan kehilangan aroma, sehingga pada perusahaan industri dilakukan aromatisasi untuk memberikan aroma kopi bagi konsumen saat mereka membuka kemasan kopi. Hal ini dilakukan dengan cara merecovery aroma volatil yaitu menyemprotkan aroma volatil tersebut kedalam kopi instant biasanya digunakan minyak kopi sebagai bahan pembawa aroma volatile dan diperlukan untuk mengurangi resiko oksidasi dan mengisi gas karbondioksida.

4. Pengemasan

Kopi instan harus dilindungi dengan cara menerapkan pengemasan sesuai sebelum didistribusikan ke toko-toko, ritel atau untuk pesanan pasar. Kemasan yang digunakan harus mampu melindungi produk dari absorbsi kelembaban atmosfir yang tidak hanya me~yebabkan produk menggumpal (mengeras/memadat) juga mempercepat penurunan (deterioration) aroma. Kemasan standar yang digunakan saat ini kertas membran atau alumunium foil dan kaleng dari bahan timah. Kaleng kosong biasanya disediakan bersama dengan tutup, cincin dan membran yang dimasukkan menuju mesin pengisi dalam keadaan posisi terbalik. Setelah pengisian, alas kemasan dikelim dan ketas lebel ditempelkan dikemasan. Untuk produk ritel, kemasan yang digunakan berupa botol gelas dengan tutup plastik berulir. Tutup yang digunakan disuplai dengan kertas membran, yang dilekatkan dengan menggunakan lilin. (Ridwansyah/THP FP USU)

PENGOLAHAN KOPI

Biji kopi yang sudah siap diperdagangkan adalah berupa biji kopi kering yang sudah terlepas dari daging buah, kulit tanduk dan kulit arinya, butiran biji kopi yang emikian ini disebut kopi beras (coffca beans) atau market koffie. Kopi beras berasal dari buah kopi basah yang telah mengalami beberapa tingkat proses pengolahan. Secara garis besar dan berdasarkan cara kerjanya, maka terdapat dua cara pengolahan buah kopi basah men.iadi kopi beras, yaitu yang disebut pengolahan buah kopi cara basah dan cara kering. Pengolahan buah kopi sccara basah biasa disebut W.I..B. (West lndische Bereiding), sedangkan pengolahan cara kering biasa disebut O.I.B (Ost Indische Bereiding). Perbedaan pokok dari kedua cara tersebut diatas adalah pada cara kering pengupasan daging buah, kulit tanduk dan kulit ari dilakukan setelah kering (kopi gelondong), sedangkan cara basah pengupasan daging buah dilakukan sewaktu masih basah.

Metode Pengolahan Kering

Metode ini sangat sederhana dan sering digunakan untuk kopi robusta dan juga 90 % kopi arabika di Brazil, buah kopi yang telah dipanen segera dikeringkan terutama buah yang telah matang. Pegeringan buah kopi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :

a. Pengeringan Alami

Pengeringan alami yaitu pengeringan dengan menggunakan sinar matahari, caranya sangat sederhana tidak memerlukan peralatan dan biaya yang besar tetapi memerlukan tempat pengeringan yang luas dan waktu pengeringan yang lama karena buah kopi mengandung gula dan pektin. Pengeringan biasanya dilakukan di daerah yang bersih, kering dan permukaan lantai yang rata, dapat berupa lantai plester semen atau tanah telanjang yang telah diratakan dan dibersihkan. Ketebalan pengeringan 30-40 mm, terutama pada awal kegiatan pengeringan untuk menghindari terjadinya proses fermentasi, Panas yang timbul pada proses ini akan mengakibatkan perubahan warna dan buah menjadi masak.

Pada awal pengeringan buah kopi yang masih basah harus sering dibalik dengan Blat penggaruk. Jenis mikroorganisme yang dapat berkembang biak pada kulit buah (exocarp) terutama jamur (fusarium sp, colletotrichum coffeanum) pada permukaan buah kopi yang terlalu kering (Aspergilus niger, penicillium sp, Rhizopus, sp) beberapa jenis ragi dan bakteri juga dapat berkembang. Lamanya proses pengeringan tergantung pada cuaca, ukuran buah kopi, tingkat kematangan dan kadar air dala,m buah kopi, biasanya proses pengeringan memakan waktu sekitar 3 sampai 4 minggu. Setelah proses pengeringan Kadar air akan menjadi sekitar 12 %.

b. Pengeringan Buatan (Artificial Drying)

Keuntungan pengeringan buatan,dapat menghemat biaya dan juga tenaga kerja hal yang perlu diperhatikanadalah pengaturan suhunya. Menurut Roelofsen, pengeringan sebaiknya padasuhu rendah yaitu 55°C akan menghasilkan buah kopi yang bewarna merah dantidak terlalu keras. Untuk buah kopi kering dengan KA rendah dikeringkan dengansuhu tidak terlalu tinggi sehingga tidak akan terjadi perubahan rasa. Peralatan pengeringan yang biasa digunakan : mesin pengering statik dengan alat penggaruk mekanik, mesin pengering dari drum yang berputar, mesin pengering vertikal.

Metode Pengolahan Basah

Proses Metode Pengolahan basah meliputi ; penerimaan, pulping, Klasifikasi,
fermentasi, pencucian, pengeringan, Pengawetan dan penyimpanan

a. Penerimaan
Hasil panen harus secepat mungkin dipindahkan ke tempat pemerosesan untuk menghindari pemanasan langsung yang dapat menyebabkan kerusakan (seperti : perubahan warna buah, buah kopi menjadi busuk).
Hasil panen dimasukkan kedalam tangki penerima yang dilengkapi dengan air untuk memindahkan buah kopi yang mengambang (buah kopi kering di pohon dan terkena penyakit (Antestatia, stephanoderes) dan biasanya diproses dengan pengolahan kering. Sedangkan buah kopi yang tidak mengambang (non floating) dipindahkan menuju bagian peniecah (pulper).

b. Pulping

Pulping bertujuan untuk memisahkan kopi dari kulit terluar dan mesocarp (bagian daging), hasilnya pulp. Prinsip kerjanya adalah melepaskan exocarp dan mesocarp buah kopi dimana prosesnya dilakukan dilakukan didalam air mengalir. Proses ini menghasilkan kopi hijau kering dengan jenis yang berbeda-beda. Macammacam alat pulper yang sering digunakan : Disc Pulper (cakram pemecah), Drum pulper, Raung Pulper, Roller pulper dan Vis pulper. Untuk di Indonesia yang sering digunakan adalah Vis Pulper dan Raung Pulper. Perbedaan pokok kedua alat ini adalah kalai Vis pulper hanya berfungsi sebagai pengupas kulit saja, sehingga hasilnya harus difermentasi dan dicuci lagi. Sedangkan raung pulper berfungsi sebagai pencuci sehingga kopi yang keluar dari mesin ini tidak perlu difermentasi dan dicuci lagi tetapi masuk ke tahap pengeringan.

c. Fermentasi
Proses fermentasi bertujuan untuk melepaskan daging buah berlendir (mucilage) yang masih melekat pada kulit tanduk dan pada proses pencucian akan mudah terlepas (terpisah) sehingga mempermudah proses pengeringan. Hidrolisis pektin disebabkan, oleh pektihase yang terdapat didalam buah atau reaksinya bias dipercepat dengan bantuan jasad renik. Proses fermentasi ini dapat terjadi, dengan bantuan jasad renik (Saccharomyces) yang disebut dengan proses peragian dan pemeraman. Biji kopi yang keluar dari mesin pulper dialirkan lewat saluran sebelum masuk bak fementasi.

Selama dalam pengaliran lewat saluran ini dapat dinamakan proses pencucian pendahuluan. Di dalam pencucian pendahuluan ini biji kopi yang berat (bernas) dapat dipisahkan dari sisa-sisa daging buah yang terbawa, lapisan lendir, biji-biji yang hampa karena bagian ini terapung di atas aliran air sehingga mudah dipisahkan.

Pengolahan kopi secara basah ini terbagi 3 cara proses fermentasinya :

1.Pengolahan cara basah tanpa fermentasi Biji kopi yang setelah melalui pencucian pendahuluan dapat langsung dikeringkan.

2.Pengolahan cara basah dengan fermentasi kering Biji kopi setelah pencucian pendahuluan lalu digundukan dalam bentuk gunungan kecil (kerucut) yang ditutup karung goni. Didalam gundukan itu segera terjadi proses fermentasi alami. Agar supaya proses fermentasi berlangsung secara merata, maka perlu dilakukan pengadukan dan pengundukan kembali sampai proses fermentasi dianggap selesai yaitu bila lapisan lendir mudah terlepas.

3.Pengolahan cara basah dengan fermentasi basah Setelah biji tersebut melewati proses pencucian pendahuluan segera ditimbun dan direndam dalam bak fermentasi. Bak fermentasi ini terbuat dari bak plester semen dengan alas miring. Ditengah-tengah dasar dibuat saluran dan ditutup dengan plat yang beriubang-lubang. Proses fermentasi di dalam bak-bak fermentasi terrsebut dilakukan bertingkat tingkat serta diselingi oleh pergantian air rendaman. Pada tingkat petama perendaman dilakukan selama 10 jam, Selama proses fermentasi ini dengan bantuan kegiatan jasad renik, terjadi pemecahan komponen lapisan lendir tersebut, maka akan terlepas dari permukaan kulit tanduk biji kopi.

Proses fermentasi akan berlangsung selama lebih kurang dari 1,5 sampai 4,5 hari tergantung pada keadaan iklim dan daerahnya. Proses fermentasi yang terlalu lama akan menghasilkan kopi beras yang berbau apek disebabkan oleh terjadinya pemecahan komponen isi putih lembaga.

Perubahan yang Terjadi selama Proses Fermentasi

1. Pemecahan Komponen mucilage

Bagian yang tepenting dari lapisan berlendir (getah) ini adalah komponen protopektin yaitu suatu "insoluble complex" tempat terjadinya meta cellular lactice dari daging buah. Material inilah yang terpecah dalam proses fementasi. Ada yang berpendapat bahwa tejadinya pemecahan getah itu adalah sebagai akibat bekerjanya suatu enzim yang terdapat dalam buah kopi. Enzim ini termasuk sejenis katalase yang akan memecah protopektin didalam buah kopi.

Kondisi fermentasi dengan pH 5.5-6.0, pemecahan getah akan berjalan cukup cepat. Apabila pH diturunkan menjadi ,4.0 maka kecepatan pemecahan akan menjadi 3 kali lebih cepat dan apabila pH 3.65 pemecahan akan menjadi dua kali lebih cepat. Dengan penambahan larutan penyangga fosfat sitrat maka kondisi pH akan dapat stabilbagi aktivitas protopektinase.

Dalam proses ferrmentasi dapat ditambahkan 0.025 persen enzim pektinase yang dihasilkan dari isolasi sejenis kacang. Dengan penambahan 0..025 persen enzim pektinase maka fementasi dapat berlangsung selama 5 sampai 10 jam dengan menaikkan suhu sedikit. Sedangkan bagi proses fermentasi yang alami diperlukanwaktu sekitar 36 jam. Pada waktu buah kopi tersebut mengalami pulping sebagian besar enzym tersebut terpisahkan dari kulit dan daging buah, akan tetapi sebagian kecil masih tertinggal dalam .bagian sari buah kopi.

2. Pemecahan Gula
Sukrosa merupakan komponen penting dalam daging buah kopi. Kadar gula akan meningkat dengan cepat selama proses pematangan buah yang dapat dikenal dengan adanya rasa manis.

Gula adalah senyawaan yang larut dalam air, oleh karena itu dengan adanya
proses pencucian lebih dari 15 menit akan banyak menyebabkan terjadinya
banyak kehilangan konsentrasinya. Proses difusi gula dari biji melalui parchment ke daging buah yang berjalan sangat lambat. Proses ini terjadi sewaktu perendaman dalam bak pengumpul dan pemisahan buah. Oleh karena itu kadar gula dalam daging biji akan mempengaruhi konsentrasi gula di dalam getah beberapa jam setelah fermentasi.

Sebagai hasil proses pemecahan gula adalah asam laktat dan asam asetatn dengan kadar asam laktat yang lebih besar. Asam-asam lain yang dihasilkan dari proses fert)entasi ini adalah etanol, asam butirat dan propionat. Asam lain akan memberikan onion flavor.

3. Perubahan Warna Kulit
Biji kopi yang telah terpisahkan dari pulp dan parchment maka kulit ari akan bewarna coklat. Juga jaringan daging biji akan bewarna sedikit kecoklatan yang tadinya bewarna abu-abu ata.u abu-abu kebiruan. Proses "browning" ini terjadi akibat oksidasi polifenol. Terjadinya warna kecoklatan yang kurang menarik ini dapat dicegah dalam proses fermentasi melalui pemakaian air pencucian yang bersifat alkalis.

d. Pencucian
Pencucian secara manual dilakukan pada biji kopi dari bak fementasi dialirkan dengan air melalui saluran dalam bak pencucian yang segera diaduk dengan tangan atau di injak-injak dengan kaki. Selama proses ini, air di dalam bak dibiarkan terus mengalir keluar dengan membawa bagian-bagian yang terapung beupa sisa-sisa lapisan lendir yang terlepas.

Pencucian biji dengan mesin pencucidilakukan dengan memasukkan biji kopi
tersebut kedalam suatu mesin pengaduk yang berputar pada sumbu horizontal dan mendorong biji kopi dengan air mengalir. Pengaduk mekanik ini akan memisahkan lapisan lendir yang masih melekat pada biji dan lapisan lendir yang masih melekat pada biji dan lapisan lendir yang telah terpisah ini akan terbuang lewat aliran air yang seterusnya dibuang.

e. Pengeringan
Pengeringan pendahuluan kopi parchment basah, kadar air berkurang dari 60 menjadi 53%. Sebagai alternatif kopi dapat dikeringkan dengan sinar matahari 2 atau 3 hari dan sering diaduk, Kadar air dapat mencapai 45 %. Pengeringan kopi Parchment dilanjutkan, dilakukan pada sinar matahari hingga kadar air mencapai 11 % yang pada akhirnya dapat menjaga stabilitas penyimpanan. Pengeringan biasanya dilakukan dengan menggunakan baki dengan penutupnya yang dapat digunakan sepanjang hari. Rata-rata pengeringan antara 10-15 hari. Pengeringan buatan (suhu tidak lebih dari 55°C) juga banyak digunakansejak pengeringan kopi alami menjadi lebih sulit dilakukan pada perkebunan yang lebih luas.

f. Curing
Proses selanjutnya baik kopi yang diproses secara kering maupun basah ialah curing yang bertujuan untuk menjaga penampilan sehingga baik untuk diekspor maupun diolah kembali. Tahapan proses curing ini meliputi :

- Pengeringan ulang
Kopi dari hasil pengolahan basah maupun kering harus dipastikan Kadar Airnya 11 %. Apabila tidak tercapai harus segera dilakukan pengeringan ulang, hal ini sangat penting dalam proses penyimpanan.

- Pembersihan (cleaning)
Buah kopi parchment kering yang dikeringkan secara alami banyak mengandung kotoran seperti kerikil, potongan besi, dan benda asing lainnya. Kotoran tersebut harus dihilangkan. Pembersihan dapat dilakukan dengan mengeluarkan kotoran dengan saringan untuk memindahkan kotoran yang berukuran besar, pemisah magnetik untuk memindahkan potongan baja, pemindahan debu dengan bantuanhembusan angin.

- Hulling.
Didalam mesin huller, maka biji kopi itu dihimpit dan diremas, dengan demikian kulit tanduk dan kulit arinya akan terlepas. Pecahan kulit tanduk dan kulit ari setelah keluar dari mesin huller tertiup dan terpisah dari biji kopi beras yang akan berjatuhan kebawah dan masuk ke dalam wadah.

g. Penyimpanan
Buah kopi dapat disimpan dalam bentuk buah kopi kering atau buah kopi parchment kering yang membutuhkan kondisi penyimpanan yang sama. Biji kopi KA air 11 % dan RH udara tidak lebih dari 74 %. Pada kondisi tersebut pertumbuhan jamur (Aspergilus niger, A. oucharaceous dan Rhizopus sp) akan minimal. Di Indonesia kopi yang sudah di klasifikasi mutunya disimpan didalam karung goni dan dijahit zigzag mulutnya dengan tali goni selanjutnya disimpan didalam gudang penyimpanan.

Syarat gudang penyimpanan kopi :
1. gudang mempunyai ventilasi yang cukup.
2. Suhu gudang optimum 20°C-25°C.
3. Gudang harus bersih, bebas dari hama penyakit serta bau asing.
4. Karung ditumpuk di lantai yang diben alas kayu setinggi 10 cm.

h. Standar Mutu Kopi

1. Pegolahan kering
- Kadar Air maksimum 13 % (bobot/bobot)
- Kadar kotoran berupa ranting, batu, gumpalan tanah dan benda-benda asing lainnya maksimum 0-5 % (bobot/bobot).
- Bebas dari serangga hidup.
- Bebas dari biji yang berrbau busuk, berbau kapang dan bulukan.
- Biji tidak lolos ayakan ukuran 3 mm x 3mm (8 mesh) dengan maksimum lolos 1 % (bobot/bobot).
- Untuk bisa disebut biji ukuran beger, harus memenuhi persyaratan tidak lolos ukuran (3,6 mesh) dengan maksimum lolos 1 % (bobot/bobot).

2. Pengolahan Basah

- Kadar air maksimum 12% (bobot/bobot)
- Kadar kotoran berupa ranting, batu, gumpalan tanah, dan berupa kotoran lainnya frlaksimum 0.5 % (bobot/bobot).
- Bebas dari serangga hidup
- Bebas dari biji yang berbau busuk, berbau kapang dan bulukan.
- Untuk robusta, dibedakan ukuran besar (L), sedang (M) dan kecil (S).
- Untuk jenis bukan robusta ukuran biji tidak dipersyaratkan.
(Ridwansyah/THP FP USU)