JAKARTA--MI: Kalangan importir mulai mempertanyakan cita rasa kopi asal Indonesia, setelah tidak ada konsistensi industri kopi dalam negeri dalam menjaga kualitas produk.
Di sisi lain, penguasaan merek dagang kopi Indonesia seperti Kopi Gayo dan Kopi Toraja oleh sejumlah negara, menjadi ancaman terhadap eksistensi industri kopi nasional.
"Menurut para importir dunia, kopi spesial Indonesia telah kehilangan identitas asli, dengan banyaknya eksportir yang mengkombinasikan kopi dari berbagai daerah. Ini berbeda dengan yang dilakukan Afrika," kata Chief of Party dari Agribusiness MArketing and Support Activity (AMARTA) USAID Dave Anderson, disela peluncuran terbentuknya Asosiasi Kopi Spesial Indonesia (AKSI), di Jakarta, Selasa (12/2).
Dia mengatakan, seharusnya Indonesia melakukan proteksi kualitas dan identitas asli kopi, seperti yang dilakukan oleh negara lain seperti Afrika. Untuk diketahui, ujarnya, penolakan ekspor kopi asal Indonesia di sejumlah negara terjadi karena produk yang diterima berbeda dengan sampel kopi yang ditawarkan sebelumnya.
"Ini berbahaya bagi reputasi kopi Indonesia. Untuk itu kami berharap, pembentukan asosiasi ini dapat memperkuat citra dan kualitas kopi Indonesia lebih baik lagi," tuturnya.
Dalam kesempatan itu, Anderson mengungkapkan, lahan kopi Arabica asal Indonesia telah mengalami penurunan dari 112.372 hektare (ha) pada 2004 menjadi 101.868 ha pada 2006. Namun begitu, produksi kopi malah mengalami kenaikan dari 51.084 ton (2004) menjadi 61.351 ton (2006).
Lonjakan produksi itu turut mendongkrak nilai ekspor dari US$62,4 juta pada 2004, menjadi US$136,3 miliar pada 2006. "Ini memberikan indikasi adanya pertumbuhan permintaan untuk kopi jenis Arabika. Selain itu, angka ini menunjukkan produktivitas yang meningkat, dilihat dari produktivitas per hektar yang naik dari 455 kg per ha menjadi 602 kg per ha," papar Anderson lagi.
Terkait hal itu, Ketua Umum AKSI Tuti H Mochtar mengatakan, salah satu faktor yang menyebabkan menurunnya luas lahan areal tanam kopi adalah beralihnya fungsi lahan. Perkebunan kopi banyak yang dijadikan lahan perkebunan untuk komoditas lain seperti kelapa sawit.
"Produksi kita masih ketiga di dunia setelah Brasil dan Vietnam. Turunnya luas lahan karena banyak lahan kopi yang ditelantarkan karena harga jual kopi saat ini menurun," terang dia.
Sedangkan menanggapi penggunaan nama kopi asal Indonesia seperti Kopi Gayo oleh Belanda dan Kopi Toraja oleh Jepang, Tuti menilai, hal itu terjadi akibat masih minimnya sosialisasi akan pentingnya merek dagang, di kalangan industri kopi nasional.
"Tapi, bagaimanapun juga Kopi Gayo itu tidak bisa di trademark oleh negara lain. Kita sedang mengupayakan merek dagang itu dilihat menurut letak geografisnya," kata Tuti kepada Media Indonesia.
Pembentukan AKSI, lanjutnya, salah satunya didasari oleh upaya memperkuat eksistensi industri kopi dalam negeri di dunia internasional. "Sebagai sebuah negara, Indonesia tidak dikenal sebagai negara produsen kopi terbaik di dunia. AKSI ingin merubah kondisi ini," imbuhnya.(Zhi/OL-03)
Penulis: Hanum
Sumber: media indonesia
Wednesday, February 13, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment