JAKARTA: Pengusaha kopi yang tergabung dalam Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia Nanggroe Aceh Darrussalam (NAD) diminta segara mendaftarkan Kopi Gayo sebagai produk indikasi geografis, sehingga membuka peluang untuk membatalkan pendafaran merek Kopi Gayo di Belanda.
Saky Septiono, Kasi Pemeriksaan Formalitas Indikasi Geografis, Direktorat Merek Ditjen Hak Kekayaan Intelektual, mengemukakan pemerintah sudah membuka pendaftaran produk indikasi geografis sejak September tahun lalu.
"Ditjen Hak Kekayaan Intelektual sudah menyarankan kepada pengusaha kopi di Aceh [NAD] untuk mendaftarkan Kopi Gayo sebagai indikasi geografis," ujar Saky.
Dia mengemukakan pendaftaran itu merupakan salah satu cara untuk menyiasati supaya kopi dari Gayo bisa masuk ke pasar Eropa, khususnya Belanda.
Selama ini, menurut dia, eksportir kopi tak bisa menggunakan kata kopi Gayo pada label produknya bila ingin masuk ke Belanda.
"Bila ingin masuk ke Belanda, kopi Gayo pada label produk kopi itu harus dihilangkan lebih dahulu karena kata Kopi Gayo sudah didaftarkan sebagai merek dagang oleh pengusaha di Belanda," ujarnya.
Bila kata Kopi Gayo itu dihapus pada label, katanya, maka konsumen tidak akan mengetahui lagi produk itu dari mana asalnya, sehingga harganya menjadi murah.
Jika Kopi Gayo sudah terdaftar sebagai indikasi geografis di dalam negeri, katanya, maka langkah berikutnya adalah mendaftarkannya di European Patent Office.
Bila cara seperti itu sudah ditempuh, ujarnya, maka terbuka peluang untuk membatalkan pendaftaran merek Kopi Gayo di Belanda. "Pada prinsipnya indikasi geografis tidak boleh didaftarkan sebagai merek dagang. Kopi Gayo itu adalah indikasi geografis di Indonesia," kata Saky.
Sementara itu, Insan Budi Maulana, konsultan Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) mengemukakan bahwa kasus seperti itu pernah juga terjadi dengan Kopi Toraja di Jepang.
Pada waktu itu, katanya, solusinya adalah Badan Pengembangan Ekspor Nasional memberitahukan kepada Pemerintah Jepang bahwa Toraja itu adalah nama suatu daerah penghasil kopi di Indonesia, sehingga dengan cara seperti itu kopi dari Toraja bisa masuk Jepang.
Insan, praktisi hukum pada law firm Lubis, Santo & Maulana, juga menyarankan kepada Ditjen Hak Kekayaan Intelektual supaya melakukan langkah memberitahukan kepada mitranya di Belanda bahwa Gayo itu adalah suatu daerah penghasil kopi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Dengan cara demikian, menurut dia, tidak ada lagi hambatan bagi kopi itu masuk ke Eropa, khususnya Belanda. "Direktorat Kerjasama Ditjen Hak Kekayaan Intelektual hendaknya lebih berperan dalam kasus seperti itu."
Oleh Suwantin Oemar
Bisnis Indonesia
Saturday, February 09, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment