Thursday, February 14, 2008

Pengembangan Indikasi Geografis (Bagian 3 / Akhir)

Kopi Arabika Sumatera (Mandheling, Lintong Nihua, Sumbul/Sidikalang & Gayo)

Kopi Arabika telah diperkenalkan ke Indonesia dan ditanam oleh Belanda sejak tahun 1699. Dalam waktu yang tidak terlalu lama sudah menyebar di seluruh Provinsi di Indonesia, termasuk Sumatra Utara dan Aceh.

Khusus untuk provinsi Sumatera Utara, Belanda lebih dulu melakukan penanaman kopi arabika yang disebut "Mandheling" yang dimulai dari kabupaten Tapanuli Selatan, segera setelah perkebunan Mandheling, Belanda memperluas perkebunan kopi di kabupaten sekitarnya yang berdekatan, seperti Lintong Nihuta di kabupate Tapanuli Utara Dan Sumbul/Sidikalang di kabupaten Dairi.

Semua kopi arabika ditanam pada areal 1200 meter di atas permukaan laut berdekatan dengan danau " TOBA". Selanjutnya, kopi arabika jenis yang sama juga ditanam pada Tanah Tinggi Gayo (kabupaten Aceh Tengah) dekat danau "LAUT TAWAR" yang lebih dikenal dengan sebutan "KOPI GAYO". Keuntungan perkebunan dataran tinggi, kopi memiliki karaktreristik khusus seperti bijinya keras dan memiliki aroma yang harum.

Nama kopi arabika “MANDHELING" merupakan ide dari eksportir Medan yang diambil dari perkebunan pertama Mandheling-di kabupaten Tapanuli Selatan. Di tahun 1968, seorang eksekutif dari Japannese Trading House mengunjungi eksportir dan terkesan setelah mencoba secangkir kopi arabika. Ungkapannya adalah ia telah mencicipi kopi arabika macam ini ketika ia adalah masih menjadi seorang prajurit di Sibolga ( Tapanuli Tengah) selama Perang Dunia II. Orang tersebut kemudian mulai melakukan impor kopi arabiaa ke Jepang dengan label KOPI ARABICA MANDHELING dan mempromosikannya bahwa kopi arabika ini adalah salah satu kopi arabika terbaik di dunia. Sejak itu, konsumen Jepang lebih tertarik dengan KOPI ARABICA MANDHELING. Nama kopi Mandheling sudah menjadi identik dengan kopi mutu yang tinggi dimana mereka yang menyenangi tidak pernah melupakan aroma harumnya.

Sekarang ini kopi Mandheling menjadi komposisi utama ramuan kopi, mereka yang akan menghasilkan mutu kopi tinggi akan menggunakan kopi arabika Mandheling sebagai campurannya. Sekarang ini, produksi kopi arabika Mandheling Sumatera Utara sekitar 15,000 - 16,500 ton dan Aceh memproduksi sekitar 10,000- 14,000 ton. Pengembangan kopi arabika di Sumatera Utara terutama di kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Simalungun, Deli Serdang, dan Dairi.

Perkembangan saat ini luas pertanaman dan produksi kopi arabika di Sumatera Utara semakin meningkat meningkat dan diharapkan dapat terus terjadi untuk masa yang akan datang sehingga Sumatera Utara akan memiliki kopi mutu tinggi yang menjadi kebanggaan masyarakat.

Secara keseluruhan luas perkebunan kopi arabika sekitar 31.551,33 hektar atau sekitar 53,73% dari area luas lahan kopi di Sumatera Utara. Pengembangan kopi arabika relatif lambat, hal ini disebabkan kopi arabika tumbuh baik hanya di sekitar ketinggian 800-1.500 meter d.p.a, sehingga berkompetisi dengan tanaman lainnya seperti sayuran atau hortikultura yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Walaupun demikian Asosiasi Eksportir Kopi Sumatera Utara telah mencoba membantu petani kopi di dalam melakukan rehabilitasi kopi arabika, yaitu untuk kopi arabika " Lintong" dan kopi arabika " Mandheling".

Dampak dari pengembangan kopi arabika ini adalah pemanfaatan tenaga kerja, khususnya dalam pasca panen. Untuk menghasilkan produk yang baik maka diperlukan tenaga kerja wanita yang tekun memilih kopi-kopi tersebut sesuai dengan gradingnya. Untuk grading kopi arabika dengan kadar kering 13 % di Sumatera (Sumatera Utara dan Dataran Tinggi Gayo-NAD)adalah sebagai berikut :



Sumber: Penelitian Departemen Perdagangan, Direktorat Kerjasama Industri dan Perdagangan Internasional 2004

No comments: