Wednesday, November 14, 2007

Manajemen Geunap Mupakat Perlu Diganti

BANDA ACEH - Manajemen PD Geunap Mupakat harus segera diganti agar kelangsungan perusahaan milik daerah ini dapat berlanjut, karena kondisi saat ini hampir mati suri. Pemda NAD sebagai pemilik saham terbesar harus segera mengaudit perusahaan ini, baik rasio keuangan maupun manajemennya secara transparan dan diumumkan kepada publik.

Demikian dikatakan salah seorang anggota Fraksi PAN DPRD NAD asal pemilihan Aceh Tengah, Hj Ismaniar SE, Jumat (10/12). Menurut dia, kelangsungan perusahaan ini lalu harus tetap dijaga karena komoditi kopi Gayo sudah dikenal di kawasan Eropa dan Amerika sebagai tujuan ekspor negara utama. Apalagi, masalah utang perusahaan ini belum juga diselesaikan karena manajemen perusahaan belum mampu melakukan perundingan dengan Holland Coffee dari Belanda tentang harga kopi.

Karena, selama ini, disinyalir, pihak manajemen hanya menuruti keinginan Holland Coffee dalam berbagai bentuk kebijakan, terutama harga. “Diperkirakan, utang PD Geunap Mupakat mencapai Rp 11 milyar,” katanya. Melihat angka ini, sungguh sangat memprihatinkan. Padahal, dalam beberapa tahun terakhir, anggaran dari Provinsi NAD selalu dialokasikan ke perusahaan ini. Pada tahun 2003 lalu, telah dialokasikan dana sebesar Rp 2,55 milyar dan dilanjutkan pada tahun 2004 sebanyak Rp 5 milyar.

Walaupun demikian, ujarnya, masalah ini tidak perlu diperpanjang asal manajemennya diganti. Artinya, masalah utang diselesaikan melalui sebuah jalur tersendiri. Sehingga, roda perusahaan tidak terganggu dengan berbagai persoalan yang telah membuat PD Geunap Mupakat hampir bangkrut, katanya. Selain itu, dengan hidupnya roda perusahaan, pendapatan petani kopi juga akan terangkat. Apalagi, PD Geunap Mupakat mampu melakukan negoisasi harga dengan pihak luar, terutama Holland Coffee yang memiliki saham di perusahaan tersebut. Hal ini pernah dilakukan oleh Manajer PD Geunap Mupakat asal Belanda, A Hijboer.

A Hijboer hanya menjabat tugas tersebut selama 6 bulan, yakni dari Oktober 1997 sampai Maret 1998. Saat itu, PD Geunap Mupakat mampu menghasilkan omzet sebanyak Rp 53 milyar. Namun, setelah Hijboer disingkirkan, perusahaan ini mulai terombang-ambing dan sedang menuju kehancuran. Sementara, T Zarmansyah salah seorang konsultan dari SKAL Belanda pernah mengungkapkan produksi kopi di Aceh Tengah terus turun dari tahun ke tahun. Hal ini akibat lahan kopi banyak yang tidak produktif lagi karena sudah lama ditinggalkan pemiliknya dan harus segera direhabilitasi.

Padahal, Aceh Tengah (termasuk Kabupaten Bener Meriah) merupakan salah satu lumbung kopi di Asia Tenggara. Lahan perkebunannya murni dikelola oleh rakyat. Berbeda dengan di daerah lain yang dimiliki oleh pengusaha. Komoditi kopi merupakan tumpuan hidup rakyat Tanah Gayo. Pendapatan asli daerah sebesar Rp 5 milyar, 60 persen di antaranya dari produksi kopi.

Permintaan pasaran dunia terhadap kopi Arabika yang ditanam di Aceh Tengah cukup tinggi. Tapi, sejak konflik meluas ke Aceh Tengah, sebanyak 35.000 ha lahan kopi telantar ditinggal petani dari total 72 ribu lahan kopi. Kopi Gayo (jenis kopi arabika terbaik) diimpor menjadi Gayo Mountain Coffee yang pasar ekspornya Amerika, Jepang, dan Eropa.(muh)

No comments: